● Majelis Roblox Indonesia muncul sebagai ruang ibadah di platform permainan.● Logika simulasi ini berdampak serius terhadap esensi dan realitas praktik keagamaan.● Publik jangan hanya terpukau pada inovasi platform, tetapi juga sadar potensi hilangnya kesakralan dan pengaburan makna.Perkembangan teknologi selalu mengubah cara kita berkomunikasi, termasuk dalam praktik keagamaan.Dulu, dakwah beradaptasi ke radio dan televisi, kemudian menyesuaikan dengan media sosial. Sekarang, ruang ibadah bahkan muncul di platform permainan. Salah satu fenomena yang sedang ramai di Indonesia adalah Majelis Roblox Indonesia (MARIO).Di platform permainan Roblox, para pemain menghadiri pengajian virtual dengan menggunakan avatar Roblox masing-masing. Mereka duduk dalam ruang digital yang dibuat menyerupai masjid, dan mendengarkan ceramah layaknya kajian di dunia nyata. Kegiatan yang dilakukan cukup beragam, seperti Ngacak (Ngaji di Puncak), majelis taklim, hingga kajian khusus Muslimah. Sekilas, kajian agama di Roblox ini tampak inovatif dan relevan, menjadi bentuk baru dakwah yang hadir di dunia game. Kita tidak perlu datang langsung ke masjid, melainkan cukup log in ke Roblox dan masuk ke Map. Baca juga: Demam Roblox di kalangan anak-anak: Bagaimana orang tua bisa membuatnya lebih aman? Namun, apakah simulasi keagamaan dalam ruang virtual Roblox ini memperdalam spiritualitas, atau justru mengaburkan realitas kegiatan spiritual melalui logika hiburan dan gamifikasi?Game = Ruang SimulakraKajian virtual MARIO bisa kita analisis menggunakan teori simulasi, simulakra, dan hiperrealitas.Simulasi adalah proses pembentukan representasi yang menyerupai keadaan nyata. Sementara simulakra adalah citra atau representasi yang dihasilkan dari proses simulasi.Dalam banyak kasus, simulakra dapat menjadi begitu dominan sehingga mampu menciptakan dunia baru yang membuat tiruan tersebut terasa lebih nyata atau lebih penting daripada kenyataan aslinya. Keadaan ini disebut sebagai hiperrealitas.Kajian virtual dari MARIO bukan sekadar kajian agama yang dibawa ke dunia virtual, melainkan contoh bagaimana pengalaman spiritual beragama dibentuk melalui proses-proses simulasi. Ini membuat kegiatan keagamaan justru berpotensi menjadi simulakra.Dalam ruang virtual yang dinamakan “Map Ngajiblox”, pemain dapat menjelajah isi ruang permainan yang didesain menyerupai lingkungan pondok pesantren, memiliki masjid besar, serta dilengkapi dengan pondok-pondok kayu kecil yang membuat suasana tampak nyata. Baca juga: Mengapa kita kecanduan main 'game'? Ketika diselenggarakan kajian, para pemain berkumpul di Map Ngajiblox, atau mendaki gunung virtual bersama dan mengaji di puncak (Ngacak). Terdapat mimbar, panggung, backdrop, para ustaz, ustazah, jemaah, dan tempat berganti pakaian agar avatar mengenakan busana muslim.Suasana dibuat semirip mungkin dengan kajian di masjid. Para ustaz atau ustazah berceramah dengan menyambungkan Roblox dengan Discord, platform pesan instan yang memiliki fitur panggilan suara. Para pemain dapat mendengarkan ceramah sembari “hadir” secara visual pada platform Roblox.Namun, yang hadir di sana bukan tubuh, melainkan avatar digital pada ruang ibadah virtual. Pengalaman spiritual tidak sepenuhnya hadir melalui tubuh, ruang, dan suasana fisik, melainkan diwakilkan oleh avatar permainan sebagai representasi dari para pemain, simulasi masjid virtual, dan interaksi yang didukung dengan visualisasi dalam platform Roblox.Alhasil, terciptalah ruang simulakra. Bentuk kehadiran yang diwakilkan oleh avatar ini adalah simbol, bukan tubuh nyata.Apakah tetap sakral?Lantas, apakah pengalaman religius yang dihadirkan tetap memiliki kedalaman spiritual dan kesakralan yang sama seperti jika kita menghadiri kajian agama secara langsung? Baca juga: Apa itu Roblox? Kesuksesan puluhan miliar dolar dari permainan online Ketika praktik keagamaan masuk dalam dunia game, maka praktik tersebut tidak hanya dipindahkan, melainkan juga mengikuti logika permainan.Di Roblox, mulai dari duduk menyimak kajian, berlari, melompat, dan memanjat, semua berlangsung melalui mekanisme visual dan simbolik.Ritual keagamaan di dunia nyata mengandalkan kehadiran fisik, khusyuk, dan penuh penghayatan, berubah menjadi aksi avatar yang dikendalikan melalui layar.Terkadang, para pemain yang masuk ke masjid virtual tidak mengondisikan busana dari avatar yang sedang ditampilkan, sehingga kegiatan kajian tetap dianggap sebagai ruang permainan yang jadi berkurang unsur sakralnya.Konsekuensinya, logika simulasi ini berdampak serius terhadap esensi praktik keagamaan. Majelis Roblox Indonesia berpotensi menciptakan hiperrealitas—saat representasi digital dari ritual keagamaan (simulakra) menjadi lebih dominan dan menarik perhatian dibandingkan dengan pengalaman spriritilual yang otentik.Agama tidak lagi dialami secara mendalam melalui penghayatan ajaran, melainkan dilihat dan dimainkan melalui performa visual dan interaksi avatar. Ini adalah perwujudan dari gamifikasi ritual Islam, yakni ketika aktivitas keagamaan ditarik ke dalam kerangka hiburan dan digital budaya populer.Dakwah, yang seharusnya berfungsi sebagai edukasi dan seruan untuk peningkatan kualitas iman, berisiko tereduksi menjadi konten hiburan yang harus bersaing untuk menarik perhatian.Pada akhirnya, yang terjadi adalah representasi visual dan performatif dari agama yang minim akan esensi.Ini menjadi peringatan bagi masyarakat agar tidak hanya terpukau pada inovasi dari sebuah platform, tetapi juga menyadari potensi hilangnya kesakralan dan pengaburan makna melalui tiruan digital yang terlihat meyakinkan. Inovasi dakwah ini sebenarnya relevan dan ringan untuk kaum muda seperti Gen-Z dan Gen-Alpha. Namun, tantangan dakwah di ruang virtual sesungguhnya terletak pada upaya memastikan konten tersebut tidak hanya relevan dan menarik secara visual, tetapi juga mampu menghadirkan pengalaman spiritual yang substantif, yang dampaknya melampaui batas layar dan avatar. Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.