Pameran otomotif GIIAS 2025. (Foto: GIIAS)JAKARTA - Pemerintah lewat Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan sedang mengusulkan kebijakan insentif bagi sektor otomotif di 2026. Pengajuan tersebut akan diberikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai bagian dari paket kebijakan fiskal tahun depan.Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, menjelaskan langkah ini diambil untuk mempercepat pemulihan dan penguatan industri otomotif nasional yang saat ini menghadapi tekanan daya beli di pasar domestik serta dinamika pasar global. Menurutnya, sektor otomotif harus jadi perhatian.“Kami di Kemenperin melihat sektor otomotif terlalu penting untuk diabaikan. Multiplier effect yang tinggi, baik keterkaitan ke depan dan belakang (backward dan forward linkage) subsektor terhadap sektor lain dalam ekonomi nasional, dan di dalamnya ada penyerapan tenaga kerja yang tinggi pula maka kita mengambil keputusan mengusulkan insentif bagi sektor ini. Hampir mirip dengan insentif otomotif pada saat Covid 19 dulu,” ujar Agus Gumiwang dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu, 15 November.Agus mengatakan Kemenperin sedang menyusun desain skema insentif dan stimulus yang tepat sasaran, baik untuk mendorong permintaan maupun menjaga utilisasi produksi serta melindungi investasi industri. Usulan tersebut nantinya akan dibahas bersama dan diajukan secara resmi melalui Menko Perekonomian.“Kemenperin sekarang dalam proses merumuskan usulan yang akan diajukan pemerintah, dalam hal ini Menko Ekon. Kami sedang menggodok kebijakan insentif dan stimulus untuk sektor otomotif yang akan kami ajukan untuk kebijakan fiskal 2026,” jelas Agus.Menperin menekankan fokus utama dari usulan insentif ini adalah melindungi tenaga kerja dari pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor otomotif. Selain itu, demi menjaga keberlanjutan investasi industri otomotif di Indonesia.“Harapan kami, sektor otomotif mendapat perhatian khusus, sehingga ada perlindungan terhadap tenaga kerja yang sudah ada dan menciptakan lapangan kerja baru. Paling tidak, melalui kebijakan fiskal 2026, sektor otomotif bisa tumbuh jauh lebih cepat, berkontribusi lebih besar bagi pertumbuhan manufaktur dan pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuhnya.Kemenperin mencatat industri otomotif merupakan salah satu sektor andalan dengan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) manufaktur, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja. Investasi di sektor ini diperkirakan telah mencapai sekitar Rp174 triliun, dengan penyerapan hampir 100 ribu tenaga kerja langsung di industri kendaraan roda empat, roda dua, dan roda tiga.Selain itu, jutaan pekerja lain terlibat sepanjang rantai nilai otomotif, mulai dari pemasok komponen, logistik, hingga jaringan penjualan dan bengkel resmi maupun tidak resmi. Menurutnya, jika sektor otomotif terganggu, maka dampaknya bisa ke banyak industri.Perumusan usulan insentif untuk 2026 juga mempertimbangkan transisi kebijakan yang sudah berjalan, terutama terkait kendaraan rendah emisi dan elektrifikasi. Saat ini, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk kendaraan listrik berbasis baterai dan sebagian kendaraan bus diatur melalui kebijakan fiskal yang berlaku hingga 2025.Agus menambahkan usulan insentif 2026 akan disinergikan dengan agenda pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Termasuk, rencana kelanjutan dan penyempurnaan insentif untuk pembelian motor listrik yang sebelumnya sudah pernah diluncurkan pemerintah.Kemenperin terus memperkuat dialog dengan pelaku industri otomotif, asosiasi, dan pemangku kepentingan terkait dalam mematangkan usulan insentif tersebut.“Kami akan terus berkoordinasi dengan Kemenko Ekon, Kementerian Keuangan, serta asosiasi seperti GAIKINDO dan pelaku industri lainnya. Tujuan akhirnya jelas: menjaga daya saing, memperkuat ekosistem rantai pasok produksi otomotif di dalam negeri, serta memastikan industri otomotif tetap menjadi motor pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja,” pungkas Agus.