Urbanisasi, Ekonomi, dan Lingkungan: Ketika Kota Tak Lagi Ramah Dihuni

Wait 5 sec.

Ilustrasi Urbanisasi. https://www.pexels.comDi Indonesia, kota bukan lagi sekadar tempat tinggal, melainkan magnet bagi jutaan orang yang ingin memperbaiki hidupnya. Urbanisasi sudah menjadi tren yang sulit terbendung. Setiap tahun, ribuan orang meninggalkan desa dengan harapan menemukan masa depan yang lebih cerah di kota. Namun, di balik gedung-gedung tinggi dan lampu-lampu yang gemerlap, ada persoalan besar yang diam-diam tumbuh: lingkungan kota yang makin tak sehat.Kota yang Semakin Padat, tapi Makin SesakMenurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2025, lebih dari 57% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Angka ini terus naik seiring laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur.Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan menjadi magnet ekonomi. Pabrik, kantor, dan pusat bisnis tumbuh di mana-mana. Ekonomi memang berputar cepat, tapi di saat yang sama, udara makin kotor, air makin tercemar, dan ruang hijau makin menyempit.Sejumlah kendaraan melintas dengan latar belakang gedung yang diselimuti polusi udara di Jalan Sudirman, Jakarta, Kamis (26/6/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparanSatu contoh nyata bisa kita lihat di Jakarta. Kota ini menjadi jantung ekonomi Indonesia, tapi juga salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di Asia Tenggara. Data IQAir pada 2024 menunjukkan bahwa tingkat polusi udara Jakarta beberapa kali melampaui batas aman WHO. Ironisnya, sebagian besar polusi ini berasal dari kendaraan bermotor dan aktivitas industri, dua hal yang tidak bisa lepas dari pertumbuhan ekonomi.Urbanisasi: Antara Harapan dan AncamanUrbanisasi sejatinya membawa banyak manfaat. Ketika penduduk desa pindah ke kota, mereka bisa mendapatkan pekerjaan, pendidikan, dan akses kesehatan yang lebih baik. Ekonomi pun tumbuh karena aktivitas manusia yang semakin tinggi.Namun, urbanisasi yang tidak diimbangi dengan perencanaan tata kota dan lingkungan yang matang justru menciptakan masalah baru. Permukiman padat muncul di area pinggiran, sistem drainase tidak mampu menampung air hujan, dan timbunan sampah semakin menggunung.Ilustrasi ruang terbuka hijau. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro ACoba saja lihat kota-kota besar kita hari ini. Banyak sungai yang dulunya bersih kini berubah menjadi tempat pembuangan limbah rumah tangga dan industri. Ruang terbuka hijau yang seharusnya menjadi “paru-paru kota” justru tergantikan oleh beton dan aspal.Pertumbuhan Ekonomi yang Mengorbankan AlamTak bisa dipungkiri, pertumbuhan ekonomi sering kali berseberangan dengan pelestarian lingkungan. Ketika industri tumbuh, hutan ditebang, lahan hijau menyusut, dan polusi meningkat.Contohnya, pembangunan kawasan industri baru di pinggiran kota sering kali tidak disertai dengan sistem pengolahan limbah yang memadai. Akibatnya, kualitas air sungai menurun dan masyarakat sekitar kehilangan sumber air bersih.Ilustrasi pencemaran sungai. Foto: Jamal Ramadhan/kumparanPadahal, tanpa lingkungan yang sehat, pertumbuhan ekonomi itu sendiri akan kehilangan pijakan. Karena pada akhirnya, siapa yang mau tinggal di kota maju, tapi penuh polusi, bising, dan rawan banjir?Menuju Kota yang Lebih HijauBeberapa kota di Indonesia mulai sadar bahwa pembangunan tidak bisa lagi hanya berfokus pada ekonomi. Konsep “green city” mulai diperkenalkan: kota yang mengutamakan keseimbangan antara manusia, ekonomi, dan alam.Pemerintah juga mulai mendorong penggunaan kendaraan listrik, membangun taman kota, dan memperluas ruang terbuka hijau. Di Jakarta misalnya, proyek penanaman pohon di jalur pedestrian dan pengembangan transportasi umum, seperti MRT dan LRT, merupakan langkah awal menuju kota yang lebih berkelanjutan.Ilustrasi penumpang MRT. Foto: Dok. KemenparekrafNamun, upaya ini tidak akan berhasil tanpa partisipasi masyarakat. Warga juga punya peran besar: mulai dari hal sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan, mengurangi penggunaan plastik, hingga memilih transportasi ramah lingkungan.Refleksi: Kota untuk Siapa?Urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi memang tak bisa dihentikan; keduanya adalah tanda kemajuan. Namun, kita juga harus jujur bahwa kemajuan ini punya harga mahal jika tidak dikendalikan.Kota yang ideal bukan hanya tentang mal, jalan tol, dan pencakar langit. Kota yang ideal adalah tempat di mana manusia dan alam bisa hidup berdampingan dengan harmonis.Ilustrasi kota Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparanKalau kita ingin masa depan yang lebih bersih dan sehat, pembangunan harus berpihak pada lingkungan. Karena tanpa udara bersih, air jernih, dan ruang hijau, semua pencapaian ekonomi akan kehilangan maknanya.KesimpulanUrbanisasi dan ekonomi akan terus tumbuh, tapi masa depan kota ada di tangan kita semua. Pemerintah, pengusaha, dan warga harus duduk bersama; tidak untuk memperlambat kemajuan, tetapi untuk memastikan bahwa kemajuan itu tidak menghancurkan tempat tinggal kita sendiri.Jika kita bisa menyeimbangkan pembangunan dan pelestarian, Indonesia tidak hanya akan punya kota yang maju, tetapi juga kota yang layak dihuni, hijau, dan berkelanjutan.