Menkeu Purbaya menghadiri Media Briefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025). Foto: Najma Ramadhanya/kumparanMenteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mulai mempertimbangkan opsi daur ulang untuk memusnahkan pakaian bekas impor ilegal atau balpres yang disita pemerintah.Purbaya mengaku telah berdiskusi dengan Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) mengenai usulan ini.“Kita ngomong sama AGTI, kita tanya ini juga atas arahan Presiden itu mesti dimanfaatkan jangan dibakar begitu aja kita pikir-pikir boleh nggak kita cacah ulang? Boleh,” kata Purbaya seperti yang dikutip, Minggu (14/11).Ide untuk mencacah ulang pakaian bekas impor ilegal ini muncul karena mahalnya biaya pemusnahan. Menurut dia, beban biaya yang harus ditanggung negara cukup besar dan tidak sebanding dengan efek jera bagi para pelanggar.Purbaya menjelaskan, biaya pemusnahan satu kontainer balpres dapat mencapai sekitar Rp 12 juta. Belum lagi biaya tambahan seperti tenaga kerja, logistik, dan proses penahanan pelaku.“Saya selalu komplain itu balpres saya tangkap barangnya, orangnya nggak bisa didenda. Terus saya mesti memusnahkan barangnya itu mahal, satu kontainer itu sekitar Rp 12 juta kalau nggak salah,” imbuhnya.Usulan ini disambut positif AGTI. Mereka menyatakan siap mencacah dan memanfaatkan kembali balpres hasil sitaan Bea Cukai. Skema yang dibahas memungkinkan sebagian hasil daur ulang diserap industri tekstil, sementara sisanya dijual ke pelaku UMKM dengan harga lebih terjangkau.“Kita ketemu dengan AGTI menawarkan bisa nggak mereka mencacah ulang balpres itu. Nanti sebagian mereka pakai sebagian dijual ke UMKM dengan harga murah, mereka mau," lanjutnya.Dia juga mengungkapkan bahwa sepanjang 2024 hingga 2025, Bea Cukai telah menahan sekitar 17.200 bal atau setara 1.720 ton pakaian bekas impor ilegal. Jumlah itu diperkirakan mencapai 8,6 juta potong pakaian.“Pengawasan dilakukan secara menyeluruh mulai dari wilayah pesisir perbatasan darat hingga perbatasan laut,” sebut Purbaya.Industri Tekstil di Jabar Keluhkan Pakaian Bekas ImporIlustrasi Buruh Pabrik. Foto: Algi Febri Sugita/ShutterstockAnggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, menyebut asosiasi industri kecil dan menengah (IKM) tekstil di Jawa Barat mengeluhkan peredaran pakaian bekas impor. Mereka mengaku bisnis kian terpuruk akibat maraknya thrifting atau pakaian bekas impor.Darmadi mengatakan, ada tujuh IKM tekstil dari Jawa Barat yang datang langsung ke DPR mengadukan kondisi usaha mereka. Menurut mereka, serbuan pakaian bekas impor, termasuk 19.391 balpres pakaian bekas impor yang ditindak di Bandung Agustus lalu membuat industri tekstil makin tertekan.“Balpres yang sudah diamankan sebanyak 19 ribuan balpres dengan jumlah Rp 112 miliar, menurut mereka persepsi mereka itu banyak yang dijual kembali,” kata Darmadi dalam agenda pemusnahan balpres pakaian bekas di PT PPLI, Bogor, Jumat (14/11).Darmadi menambahkan, pemusnahan ribuan balpres oleh Kementerian Perdagangan menjadi bukti bahwa pemerintah benar-benar serius menindak peredaran pakaian bekas impor.“Pada saat hari ini sebetulnya pemusnahan barang thrifting hari ini membuktikan kepada para peraku industri IKM bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan serius memusnahkan barang bekas ini dan tidak dijual, karena dari data diketahui sudah 85,56 persen yang sudah dimusnahkan,” ujrnya.Darmadi menilai jika pemusnahan pakaian bekas impor ilegal tidak dilakukan secara berkelanjutan, jumlahnya berpotensi terus meningkat. Kondisi ini, menurutnya, bukan hanya mengancam pabrik-pabrik besar, tetapi juga membuat banyak IKM tekstil terancam bangkrut.Ia mencontohkan situasi di Majalaya, daerah yang dulu dikenal sebagai kota tekstil. Di wilayah itu, kata Darmadi, sekitar 70 persen IKM tekstil sudah bangkrut dan hanya 30 persen yang masih bertahan.“Dan lebih mengenaskan lagi, mesin-mesin mereka itu sudah dijual di kiloin,” tambahnya.