Pagelaran wayang kulit bertema ‘Babat Wonomarto’ digelar di ruang publik kawasan Tugu Supadio, Kubu Raya, Kalbar pada Sabtu malam, 15 November 2025. Foto: Rabiansyah/Hi!PontianakHi!Pontianak - Pagelaran wayang kulit bertema ‘Babat Wonomarto’ untuk pertama kalinya digelar di ruang publik kawasan Tugu Supadio, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat pada Sabtu, 15 November 2025. Acara ini menghadirkan suasana budaya yang meriah dan mendapat antusiasme dari warga setempat.“Ini dalam rangka Hari Wayang Sedunia, acara ini digelar dadakan saja, maka anggaran ini nggak dari APBD. Ini murni dari anggaran gotong royong pribadi masyarakat kita, iuran, kemudian bisa terlaksana ini. Maka, saya atas nama pemerintah mengucapkan terima kasih untuk masyarakat yang sudah berpartisipasi,” kata Bupati Kubu Raya, Sujiwo.Sujiwo menyebutkan, jika ingin menggelar kegiatan budaya, agenda tersebut harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik sehingga Pemkab bisa membantu dengan menggunakan anggaran APBD.“Saya secara pribadi memberikan dukungan penuh terhadap kegiatan seperti ini, sebab budaya merupakan jati diri bangsa. Kemudian, ini menjadi ruang bagi seniman,” tambahnya.Pagelaran wayang kulit dalam rangka Hari Wayang Sedunia. Foto: Rabiansyah/Hi!PontianakSujiwo bilang, untuk menjaga seni budaya seperti wayang kulit tetap lestari, kuncinya adalah menghadirkan nilai dan pengalaman yang relevan bagi generasi muda. Di tengah derasnya arus budaya populer dari Korea, Tiongkok, hingga Eropa, seni tradisi tidak perlu bersaing secara frontal karena yang diperlukan adalah ruang kreatif agar anak muda bisa mengenal, menikmati, lalu menumbuhkan rasa memiliki terhadap budayanya sendiri.Salah satu caranya adalah dengan memperbanyak pertunjukan seni budaya di ruang publik, menghadirkan kolaborasi antara seniman tradisi dan kreator muda, serta memanfaatkan media sosial sebagai panggung baru. Dengan begitu, wayang tidak hanya dipandang sebagai warisan masa lalu, tetapi juga bagian dari identitas modern yang terus hidup“Kita tidak menyalahkan anak muda karena menggemari budaya luar. Yang penting adalah menyediakan kesempatan agar mereka juga bisa jatuh cinta pada budaya sendiri. Budaya akan tetap hidup selama generasi mudanya diberi ruang untuk mengenal, mengolah, dan merayakannya,” pungkasnya.