Kondisi Perpustakaan Umum Surabaya, Kamis, 28 Oktober 2025. Sumber: Dok pribadiDalam empat tahun terakhir, dari tahun 2021 hingga 2024, Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statistika (BPS) terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2021 berada di angka 59,52, kemudian tahun 2022 tercatat rata-rata TGM mencapai 63,90, lalu rata-rata TGM pada 2023 naik di angka 66,7, sedangkan pada tahun 2024 mengalami peningkatan lagi menjadi 72,44. Hal tersebut tentunya menjadi kabar baik untuk Indonesia karena menunjukkan adanya pertumbuhan minat membaca di masyarakat. Akan tetapi, dengan kondisi ini, kita berada di persimpangan yang menarik. Di satu sisi minat baca masyarakat meningkat, tetapi di sisi lain ada pertanyaan besar: apakah peningkatan minat baca ini sejalan dengan meningkatnya kemampuan literasi? Minat Baca dan LiterasiFaktanya, meningkatnya minat baca tidak selalu sejalan dengan meningkatnya literasi.Minat baca adalah ketertarikan atau kecenderungan seseorang untuk membaca tanpa ada paksaan. Termasuk sejauh mana seseorang menikmati membaca dan seberapa sering mereka melibatkan diri dalam kegiatan membaca.Berbeda dengan literasi yang menurut KBBI memiliki tiga arti utama, yaitu: kemampuan membaca dan menulis; pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu; serta kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Orang yang memiliki literasi yang baik disebut dengan literat.Berdasarkan pengertian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa untuk menjadi seseorang yang literat, kita harus mempunyai minat baca terlebih dahulu. Namun memiliki minat baca saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang sebagai literat.Halaman Novel. Sumber: Dok pribadiApakah Gen Z Sudah Cukup Literat?Apa yang Dibaca?Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat bahwa tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 80,66 persen pada tahun 2025. Hal ini menunjukkan peningkatan dibanding tahun sebelumnya, yaitu 2024 yang tercatat sebanyak 79,50 persen. Generasi Z (lahir 1997–2012) adalah kelompok paling dominan dalam penggunaan internet dengan kontribusinya sebesar 25,54 persen dari total pengguna di tahun 2025.Sementara itu, berdasarkan artikel dari website Perpustakaan BSN pada tahun 2022, yang mengutip pendapat dari Maulina Muzirwan, co-founder komunitas Klub Baca Yogyakarta, menyatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia tinggi, tetapi permasalahan ada di kualitas bacaan mereka. Masyarakat masih banyak yang lebih suka membaca cuitan di Twitter (kini X) atau media sosial lainnya. Bukan hanya itu, di era digital dengan segala informasi yang datang dengan cepat, preferensi masyarakat, khususnya Gen Z juga bergeser ke arah konten visual yang lebih singkat dan mudah dipahami seperti gambar atau video pendek.Berdasarkan uraian di atas maka bisa kita lihat bahwa pembaca atau pengguna media sosial rata-rata adalah Gen Z. Dengan kata lain, penikmat kualitas bacaan yang kurang ini sebagian besar dari kalangan mereka. Masalahnya, konten singkat semacam ini melatih otak untuk memiliki rentang atensi (attention span) yang pendek. Risikonya adalah Gen Z kesulitan jadi terlibat dalam melakukan aktivitas deep reading dan digantikan dengan skimming (membaca sekilas) yang mana justru hal ini akan mengurangi kemampuan dalam merenungkan dan mengolah informasi secara kritis dari sebuah teks.Skor PISAMenurut hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 yang dirilis oleh Organisation for Economic Co‑operation and Development (OECD), rata-rata kemampuan literasi membaca siswa Indonesia berada pada skor 359 poin. Skor ini terbilang rendah jika dibandingkan dengan skor rata-rata OECD yaitu 476. Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 80 negara dengan skor ini.PISA bertujuan untuk menguji kemampuan siswa berpikir kritis terhadap teks, membandingkan informasi, dan menarik kesimpulan logis. Skor yang rendah ini secara terang-terangan menunjukkan bahwa minat membaca yang tinggi di Indonesia tidak sejalan dengan kemampuan analisis bacaan yang memadai.Krisis KualitasDari data dan fenomena di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata jenis bacaan yang dikonsumsi masyarakat dan data skor PISA, menunjukkan bahwa terlepas dari tingginya minat baca, apa yang dibaca dan bagaimana cara Gen Z membaca masih menjadi satu persoalan yang perlu dibenahi untuk memperbaiki kualitas literasi.Dengan kata lain, Gen Z belum bisa disebut cukup literat karena standarnya bukan hanya seberapa banyak yang mereka baca, melainkan juga kemampuan memahami, menganalisis, dan mengolah informasi secara kritis dari bacaan.Menjembatani Minat Baca dan Kompetensi LiterasiMinat membaca yang tinggi adalah sebuah awal yang baik untuk membangun momentum dalam menciptakan generasi muda yang berkualitas. Generasi yang cerdas akan menghidupkan bangsa, dan untuk menciptakan generasi cerdas dibutuhkan generasi yang banyak membaca.Orang yang tidak membaca sama dengan orang yang tidak hidup. - Gus DurMasalah krusial dari kurangnya kualitas literasi bukan lagi krisis ketiadaan minat membaca masyarakat, melainkan krisis sarana. Harga buku yang cukup mahal, serta akses bacaan yang masih belum merata dan kurang memadai menjadi tantangan dalam menyalurkan minat mereka. Menurunkan harga buku dengan mengurangi pajak dan penyediaan perpustakaan secara merata dengan kualitas fasilitas yang baik akan memberikan kesempatan untuk menyalurkan minat masyarakat dalam membaca. Bukan hanya itu, dalam aspek pendidikan, pembelajaran sebaiknya tidak lagi hanya berfokus pada menyelesaikan materi, tetapi juga harus menekankan pada pelatihan berpikir kritis dan analisis teks. Siswa diajarkan bagaimana cara berargumen, memverifikasi sumber, dan membedakan fakta serta opini.Upaya tersebut menjadi cukup penting terutama di tengah meningkatnya minat baca generasi muda saat ini. Minat baca Gen Z sudah baik, sehingga tugas selanjutnya adalah menggeser kuantitas menjadi sebuah kompetensi kualitas agar mereka benar-benar menjadi generasi yang literat.