Belasan kakaktua koki yang diamankan BKSDA Maluku dari kapal di Tual. ANTARA/AMBON - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku melalui Petugas Resor KSDA Tual berhasil mengamankan sebanyak 15 ekor satwa liar dilindungi kakaktua koki (Cacatua galerita) dari bagasi penumpang KM Labobar. “Penemuan tersebut berawal ketika petugas Pelni melakukan pemeriksaan tiket dan bagasi penumpang,” kata Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku Arga Christyan, di Ambon, Sabtu. Dalam pengecekan itu, petugas menemukan sejumlah kotak mencurigakan yang ternyata berisi kakaktua koki. Namun, tidak ditemukan pemilik dari satwa-satwa tersebut. Sebagai langkah preventif, petugas melakukan penyadartahuan kepada penumpang di lokasi kejadian terkait bahaya dan larangan peredaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) dilindungi. “Seluruh satwa kemudian dibawa ke Kandang Transit Resor KSDA Tual untuk menjalani proses observasi dan rehabilitasi,” ujarnya. Ia mengatakan, pemeriksaan kesehatan dilakukan guna memastikan kondisi satwa tetap stabil sebelum nantinya dilepasliarkan ke habitat alaminya. Selain itu, BKSDA Maluku juga berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menelusuri kemungkinan adanya jaringan penyelundupan satwa yang memanfaatkan jalur laut kawasan tersebut. Upaya penegakan hukum juga akan diperkuat untuk menekan peredaran satwa dilindungi. BKSDA Maluku kembali mengimbau masyarakat agar tidak menangkap, memelihara, atau memperjualbelikan satwa dilindungi dalam bentuk apa pun. Tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. “Melalui pengungkapan ini, kami berharap semakin banyak pihak yang menyadari pentingnya peran masyarakat dalam mencegah penyelundupan satwa serta menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di Maluku,” ucapnya. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa barangsiapa dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2)).