Dua pengusaha swasta, Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tonny Pangaribuan mengungkapkan dua pengusaha swasta, yakni Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra, didakwa memberikan suap sebanyak 199 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp2,55 miliar (kurs Rp12.800 per dolar Singapura) terkait kasus dugaan suap dalam korupsi kerja sama pengelolaan kawasan hutan di lingkungan PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V periode 2024-2025.Tonny Pangaribuan menyatakan dua pengusaha tersebut memberikan suap kepada Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady. "Suap diberikan dengan maksud supaya Dicky dapat mengondisikan atau mengatur agar PT PML tetap dapat bekerja sama dengan PT Inhutani V dalam memanfaatkan kawasan hutan pada register 42, 44, dan 46 di wilayah Provinsi Lampung," ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 11 November dilansir ANTARA.Adapun Djunaidi Nur merupakan salah satu direktur di PT PML, sedangkan Aditya Simaputra merupakan asisten pribadi Djunaidi serta staf perizinan di PT SBG.Atas perbuatannya, Djunaidi dan Aditya terancam pidana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 KUHP. JPU menceritakan perkara bermula saat pada tahun 2009, PT Inhutani V mengadakan kerja sama pengelolaan hutan tanaman dengan PT PML atas areal hutan yang izinnya dimiliki oleh PT Inhutani V dengan PT PML.Pada 2014 terjadi sengketa antara PT Inhutani V dengan PT PML, diantaranya PT PML mengajukan gugatan ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang diputus dengan memenangkan PT PML."Putusan BANI tersebut dibatalkan oleh PN Jakarta Pusat, lalu putusan PN Jakarta Pusat dibatalkan oleh putusan Mahkamah Agung (MA), sehingga menguatkan putusan BANI," ujar JPU.Setelah adanya putusan MA, pada 1 November 2018, PT PML dan PT Inhutani V sepakat mengakhiri sengketa serta membuat kerja sama yang baru.JPU menuturkan pada 6 Juni 2024 di Kota Bandar Lampung, dilaksanakan rapat bersama PT Inhutani V dengan PT PML membahas perpanjangan izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT Inhutani V unit Lampung dan Perpanjangan Rencana Kerja Usaha (RKU) PBPH PT Inhutani V unit Lampung."Selain itu, disepakati bahwa kerja sama tetap dilanjutkan dan PT PML membayar ganti rugi serta denda sebagaimana putusan MA," ungkap JPU menambahkan.Pada 18 Juli 2024, Dicky mengajukan surat permohonan usulan revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) PBPH periode 2018-2027 PT Inhutani V Unit Lampung kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang telah mengakomodir permintaan PT PML.Namun surat permohonan diajukan tanpa menyebutkan kondisi tanaman dan penguasaan kawasan hutan yang sebenarnya, padahal seluruh lahan tersebut telah dikerjasamakan dengan PT PML dan tidak diberitahukan atau pun dilaporkan kepada Menteri LHK.Setelah mengajukan surat permohonan usulan revisi RKUPH PBPH tersebut, lanjut JPU, Dicky menghubungi Djunaidi dan meminta uang untuk kepentingan pribadi Dicky.Terhadap permintaan itu, Djunaidi menyanggupi karena berharap agar kerja sama dengan PT Inhutani V tetap berlangsung sesuai dengan keinginannya.Selanjutnya pada 21 Agustus 2024, Djunaidi dan Dicky bertemu di mana Djunaidi menyampaikan PT PML telah membayar ganti rugi dan denda sebesar Rp4,2 miliar dan telah ditransfer ke rekening PT Inhutani V.Dalam pertemuan, Djunaidi pun memberikan uang senilai 10 ribu dolar Singapura kepada Dicky dalam bentuk 100 lembar pecahan 100 dolar Singapura, sebagaimana permintaan Dicky.Pada 23 Juli 2025, Djunaidi bertemu kembali dengan Dicky guna membahas kerja sama tanam tebu dan Dicky memberikan lahan seluas 5 ribu hektare dengan permintaan agar Djunaidi bersedia mengganti mobil Mitsubishi Pajero Sport milik Dicky dengan mobil tipe Jeep atau SUV lainnya."Atas permintaan Dicky tersebut, Djunaidi menyanggupi dan meminta agar Dicky menghubungi Aditya terkait permintaan mobil tersebut," tutur JPU.Setelah itu, Djunaidi meminta agar Aditya menyerahkan uang pembayaran Jeep Rubicon kepada Dicky dalam bentuk dolar Singapura serta meminta Aditya untuk menghitung kurs dolar Singapura sebesar 188.390 dolar Singapura, yang saat itu sebesar Rp12.660 per dolar Singapura.Atas informasi tersebut, Djunaidi meminta uang dibulatkan menjadi 189 ribu dolar Singapura dan meminta agar Aditya mengambil uang itu di rumah Djunaidi, yang dibungkus dengan koran bekas dan dimasukkan ke dalam tas, untuk dibawa dan diserahkan kepada Dicky di Wisma Perhutani.