Keadilan Pajak di Indonesia: Antara Idealisme dan Realitas

Wait 5 sec.

Sumber ilustrasi: Dihasilkan oleh OpenAI (2025) melalui DALL·E, menggambarkan keseimbangan keadilan dalam sistem perpajakan di Indonesia.Pajak adalah sumber utama penerimaan negara yang menopang hampir seluruh kegiatan pembangunan — dari membangun jalan, sekolah, hingga membayar tenaga kesehatan. Namun, pertanyaan penting yang masih menggema di benak masyarakat adalah: apakah sistem pajak di Indonesia sudah benar-benar adil bagi semua lapisan?Secara normatif, sistem perpajakan Indonesia berlandaskan pada dua prinsip utama: keadilan horizontal (orang dengan kemampuan ekonomi sama dikenai pajak sama) dan keadilan vertikal (mereka yang berpenghasilan lebih tinggi membayar pajak lebih besar secara proporsional). Prinsip ini menjadi roh tarif pajak progresif yang diterapkan pemerintah. Sayangnya, penerapan ideal tersebut masih menemui banyak tantangan dalam praktiknya.Ketimpangan dan Rasa Tidak AdilTantangan paling nyata adalah adanya kesenjangan antara teori dan praktik. Misalnya, pekerja swasta dan aparatur negara sama-sama membayar Pajak Penghasilan (PPh), tetapi mekanisme pemotongannya berbeda. Aparatur negara dipotong otomatis oleh bendahara pemerintah, sedangkan pekerja swasta harus mengurus laporan dan bukti potong sendiri. Proses ini sering kali menimbulkan persepsi ketimpangan.Selain itu, sistem self-assessment — di mana wajib pajak menghitung dan melaporkan sendiri pajaknya — memberi kebebasan sekaligus celah. Korporasi besar memiliki akses ke konsultan dan strategi penghindaran pajak (tax avoidance), sedangkan pelaku UMKM sering kali terbebani rumitnya administrasi. Kondisi ini memperlihatkan bahwa keadilan pajak belum sepenuhnya tercapai, terutama bagi mereka yang berada di lapisan menengah ke bawah.Keadilan Pajak dan Kepercayaan PublikKeadilan pajak bukan hanya soal tarif dan angka, tetapi juga soal kepercayaan publik. Ketika masyarakat merasa sistem pajak tidak adil atau tidak transparan, maka kepatuhan pajak (tax compliance) akan menurun. Masyarakat akan bertanya: “Mengapa saya harus membayar pajak jika yang kaya bisa lolos?”Fenomena ini dikenal sebagai tax morale — kesediaan moral warga untuk membayar pajak dengan sukarela. Jika rasa keadilan tidak dijaga, maka semangat gotong royong melalui pajak bisa luntur. Akibatnya, kontrak sosial antara warga dan negara menjadi rapuh.Langkah Reformasi dan Harapan BaruPemerintah telah mengambil langkah reformasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Aturan ini menyederhanakan sistem, memperluas basis pajak, serta menyesuaikan tarif agar lebih proporsional terhadap kemampuan membayar.Selain itu, DJP tengah mengembangkan core tax system — sistem digital terpadu untuk memperkuat transparansi dan menutup celah penyimpangan. Upaya ini penting agar data perpajakan terintegrasi dan pengawasan berjalan lebih objektif.Namun, reformasi teknis saja tidak cukup. Pemerintah perlu memastikan bahwa hasil pajak digunakan secara adil dan dirasakan manfaatnya oleh semua kalangan. Di sinilah pentingnya keadilan distributif, yakni kebijakan fiskal yang mampu mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bawah.Menuju Sistem Pajak yang AdilUntuk mewujudkan keadilan pajak yang sejati, ada tiga langkah utama yang perlu diperkuat:Transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat berhak tahu ke mana uang pajak mereka dialokasikan. Laporan keuangan negara yang terbuka akan menumbuhkan rasa percaya.Penegakan hukum yang setara. Pemeriksaan dan sanksi harus diterapkan tanpa pandang bulu — baik individu maupun korporasi besar.Edukasi dan pelayanan publik. Banyak wajib pajak kecil tidak memahami kewajiban mereka. Pemerintah perlu memperluas literasi pajak agar kepatuhan tumbuh dari kesadaran, bukan dari rasa takut.Jika ketiga prinsip ini diterapkan secara konsisten, maka pajak akan kembali dimaknai sebagai bentuk gotong royong nasional, bukan sekadar kewajiban administratif.Keadilan pajak adalah cerminan keadilan sosial. Ia tidak hanya mengatur berapa besar seseorang harus membayar, tetapi juga memastikan bagaimana uang itu digunakan untuk kesejahteraan bersama.Indonesia memiliki pondasi hukum dan moral yang kuat untuk mencapainya, namun tantangan terbesar tetap terletak pada komitmen dan konsistensi pelaksanaan. Pajak yang adil bukan berarti semua orang membayar sama, melainkan semua diperlakukan sama — dengan aturan yang jelas, pengawasan yang setara, dan manfaat yang kembali kepada rakyat.Dengan prinsip tersebut, keadilan pajak tidak lagi sebatas idealisme, tetapi menjadi kenyataan yang memperkuat kepercayaan publik dan fondasi bangsa.