Pemilu untuk menentukan calon legislatif (caleg) pemerintahan parlementer perdana Irak di Hayji, pada 15 Desember 2005, setelah invasi militer AS menggulingkan kekuasaan Saddam Hussein. (Wikipedia Commons-U.S. Air Force)JAKARTA - Irak menggelar pemilihan umum (pemilu) pada Selasa 11 November. Pemilu untuk memilih calon anggota legislatif Irak ini berlangsung dengan pengawasan ketat aparat keamanan. Sebanyak 8.703 tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Irak dibuka mulai pagi ini siap menyambut warga untuk mencoblos. Pemilihan legislatif (pileg) Irak 2025 ini lebih dahulu diikuti pencoblosan bagi unsur pasukan keamanan dan pengungsi yang tinggal di kamp-kamp pengungsian pada Minggu pekan kemarin. AP melaporkan jumlah pemilih yang mengunjungi TPS hingga Selasa dini hari sangat sedikit. Namun, hasil awal perthitungan diperkirakan akan tetap diumumkan besok Rabu 12 November. Hal tersebut tidak dipungkiri dipicu oleh aksi boikot Muqtada Al-Sadr. Ulama Syiah berpengaruh di Irak itu memenangkan jumlah kursi terbanyak dalam Pemilu Irak 2021. Namun, memilih mundur setelah negosiasi pembentukan pemerintahan yang gagal, di tengah kebuntuan dengan partai-partai Syiah saingan. Sejak saat itu, Sadr memboikot sistem politik di Irak. Di pintu masuk Kota Sadr dekat Baghdad yang merupakan basis simpatisan Sadr, aparat keamanan meningkatkan penjagaannya, berbeda dengan wilayah lain di ibu kota Irak. Pasukan khusus dan polisi federal Irak dikerahkan di seluruh wilayah Sadr, dengan kendaraan lapis baja dan Humvee diawaki oleh tentara bersenjata lengkap ditempatkan di sepanjang jalan utama. Terpampang juga spanduk besar memperlihatkan Al-Sadr mengenakan seragam militer dan memegang senjata, dengan tulisan, "Rakyat saya di Kota Sadr memboikot." Sementara di jalan utama Kota Sadr, semua toko tutup, dan poster-poster loyalis Sadr yang terbunuh berjejer di dinding. Di salah satu TPS di Kota Sadr yang melayani 3.300 pemilih, Kepala TPS tersebut, Ahmed Al-Mousawi mencatat, angka pemilih hanya tercatat kurang dari 60 orang. "Boikot Sadrist telah berdampak besar," kata Mousawi. "Dalam pemilihan sebelumnya, biasanya ada antrean panjang sejak dini hari, tetapi hari ini perbedaannya sangat dramatis," sambungnya. Sabih Dakhel, seorang pemilih berusia 54 tahun yang datang bersama istrinya ke TPS, mengatakan keduanya telah memutuskan untuk memilih dengan harapan bahwa pejabat yang dicoblosnya dapat memperbaiki kondisi kehidupan bagi warga Kota Sadr. "Kami dapat memilih dengan bebas hari ini, tetapi boikot Sadrist telah sangat memengaruhi partisipasi. Kota Sadr terasa hampir seperti karantina wilayah karena seruan Muqtada Al-Sadr agar para pengikutnya tetap di rumah,” kata Dakhel. Hasil Pemilu Irak 2025 juga rentan menghadapi gugatan hukum. Kepala Dewan Peradilan Tertinggi Irak menulis dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situs web dewan tersebut, bahwa tanggal pemilu yang ditetapkan pada Selasa 11 November tidak konstitusional, dan mencatat bahwa pemungutan suara awalnya dijadwalkan pada 24 November.