Ilustrasi Impor Keramik. Foto: Yoesoep Adji/ShutterstockKementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat sepanjang Januari-Agustus 2025 kinerja ekspor industri keramik menyentuh angka USD 31 juta atau Rp 517,98 miliar (kurs Rp 16.709 per dolar AS).Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Taufiek Bawazier, mengatakan industri keramik merupakan salah satu sektor unggulan Indonesia yang berpotensi besar.“Dengan kapasitas produksi sebesar 625 juta meter persegi per tahun, Indonesia saat ini berada di posisi lima besar produsen keramik dunia. Kami optimistis, dengan dukungan investasi dan kebijakan yang tepat, Indonesia akan mampu naik menjadi empat besar dunia dalam waktu dekat,” ujar Taufiek dalam keterangan tertulis, Selasa (11/11).Pada Kuartal II 2025, sektor semen, keramik, dan pengolahan bahan galian nonlogam tumbuh 10,07 persen (yoy). Taufiek mengatakan industri ini menjadi salah satu subsektor dengan kinerja terbaik di sektor manufaktur nonmigas.Dari sisi investasi, sepanjang tahun 2020-2024, total realisasi investasi di sektor keramik mencapai Rp 20,3 triliun dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 10.000 orang. Sementara secara total hingga saat ini, nilai investasi sektor keramik telah mencapai Rp 224 triliun, yang turut menyerap sekitar 40.000 tenaga kerja di berbagai segmen rantai produksi.Meski begitu, sektor keramik menjadi salah satu industri yang kini masih dihadapkan dengan permasalahan banjir impor, selain sektor tekstil, alas kaki, elektronik, baja dan kosmetik.Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief di Kantor Kemenperin, Jalan Widya Chandra, Jakarta, Selasa (11/11/2025). Foto: Widya Islamiati/kumparanJuru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan saat ini Kemenperin tengah mewanti-wanti gelontoran impor produk jadi keramik ke pasar domestik bisa mengganggu kinerja industri lokal.“Banjir impor yang perlu diwaspadai tekstil, alas kaki, baja, elektronik, kosmetik kita banyak maklun kosmetik, maklun dari negara yang produsen yang oversupply, lalu keramik, enam. Yang baru naik isunya itu tekstil, alas kaki, baja, yang lainnya masih diem nih," tutur Febri saat usai acara Penandatanganan MoU Kemenperin dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di Kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa (11/11).Febri menyebut banjir produk impor bisa menyebabkan utilisasi turun. Ia melihat sebelum memutuskan produksi, maka perusahaan akan mempertimbangkan kapasitas pasar domestik terlebih dahulu.“Karena pasar domestik banjir produk impor, harga murah, itu membuat industri di dalam negeri juga (berpikir) wah mau produksi banyak juga, pikir-pikir dulu,” tutur Febri.