Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Kepala BPJPH Haikal Hassan menandatangani MoU di Kantor Kemenperin, Jalan Widya Chandra, Selasa (11/11/2025). Foto: Widya Islamiati/kumparanKementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU). Salah satu poin dalam kerja sama ini adalah untuk memperkuat perlindungan terhadap industri halal dalam negeri dari potensi banjir produk impor.MoU tersebut ditandatangani oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Kepala BPJPH Haikal Hassan di Kantor Kemenperin, Jalan Widya Chandra, Jakarta, Selasa (11/11).Agus mengatakan sebagai pemimpin lembaga pemerintahan, baik dia maupun Haikal harus memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap produk halal impor yang bisa membanjiri pasar dalam negeri. Dia menuturkan, permintaan untuk mempertebal perlindungan industri lokal bahkan baru dimasukkan beberapa jam sebelum penandatanganan.“Jam 7.30 tadi pagi, masih ada satu ayat untuk dimasukkan, ditambah dalam MoU kita. Ayat tersebut tidak lain adalah upaya yang sudah kami sepakati, saya dengan Pak Kaban (Haikal), untuk melindungi industri di dalam negeri,” kata Agus di Kantor Kemenperin, Jalan Widya Chandra, Selasa (11/11).Agus menyoroti banyaknya industri dalam negeri yang terdampak banjir impor, seperti industri tekstil, alas kaki. Dia menyebut salah satu bentuk banjir impor ini adalah thrifting.“Maaf, kita juga tidak mau bulan ke depan, tahun ke depan, para pelaku industri mereka akan teriak banjirnya produk-produk halal di Indonesia,” imbuhnya.Terlebih potensi pasar industri halal di Indonesia terbilang besar dengan nilai konsumsi produk halal global pada 2023 mencapai USD 2,43 triliun dan diproyeksikan naik menjadi USD 3,36 triliun pada 2028.Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Kepala BPJPH Haikal Hassan menandatangani MoU di Kantor Kemenperin, Jalan Widya Chandra, Selasa (11/11/2025). Foto: Widya Islamiati/kumparanSecara rinci, pasar makanan halal pada 2023 sebesar USD 1,43 triliun akan meningkat menjadi USD 1,93 triliun pada 2028, lalu modest fashion USD 327 miliar pada 2023 dan USD 433 miliar pada 2028.Lalu media dan komunikasi halal pada 2023 USD 260 miliar naik jadi USD 337 miliar pada 2028. Selanjutnya wisata ramah muslim pada 2023 USD 217 miliar menjadi USD 384 miliar pada 2028.Selain itu ada juga farmasi halal sebesar USD 107 miliar pada 2023 menjadi USD 149 miliar pada 2028 dan kosmetik halal dari USD 87 miliar pada 2023 jadi USD 118 miliar pada 2028.Sementara di dalam negeri, potensi konsumsi rumah tangga sudah mencapai Rp 3.226 triliun, didukung populasi muslim sekitar 246 juta penduduk.“kita akui bahwa kita sedikit lambat, tapi gak apa-apa yang penting kita mulai, kami dan BPJPH sudah mulai dan meletakkan kebijakan-kebijakan yang memang nanti akan pro dari pemerintahan produk-produk halal nasional termasuk untuk pasar ekspor,” ucap Agus.Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPJPH Haikal Hassan juga mengakui ketertinggalan Indonesia dalam urusan sertifikasi halal. Dia mengaku telah berkeliling ke berbagai daerah, dan menemukan banyak produk pangan dan minuman, bahkan keripik dan kopi yang bahan bakunya berasal dari Indonesia, tetapi labelnya buatan Malaysia dan buatan in Singapura.“Sedih saya. Ke mana industri kita? Jangan sampai tidak ada lagi industri nasional,” ujarnya.Karena itu, BPJPH mendorong sertifikasi halal menjadi entry barrier dan keunggulan kompetitif produk lokal. “Kalau mereka lebih bagus, lebih murah, lebih eye catching, dan institusinya rapi, lalu halal mereka ditampilkan besar-besar sementara kita tidak? Habis kita. Halal Indonesia untuk masyarakat dunia,” katanya.Dia menjelaskan dari 66 juta pelaku usaha nasional, separuhnya bergerak di sektor kuliner. Namun baru sekitar 3 juta yang mengurus sertifikasi halal“Bukan berarti mereka tidak halal, hanya belum tertib. Bayangkan kalau mereka tertib halal, kita bisa jadi nomor satu,” ujar Haikal.