Ilustrasi uang rupiah. Foto: Aditia NoviansyahMenteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali menggabungkan rencana redenominasi rupiah setelah sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) sempat menolak gugatan mengenai redenominasi. Saat ini, beberapa negara juga sudah terbukti berhasil menerapkan kebijakan tersebut.Dikutip dari riset IPB yang dimuat di Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan (2017), sejak 1923 terdapat 55 negara yang melakukan redenominasi. Beberapa negara yang terbukti berhasil melakukan redenominasi adalah Argentina, Rumania, Turki, Polandia serta Brasil. Selain itu, disebutkan bahwa redenominasi akan berhasil jika dilakukan ketika ekonomi stabil dan inflasi rendah.“Sebaliknya, apabila negara tersebut memiliki tingkat inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil maka redenominasi tidak berhasil (gagal),” tulis jurnal tersebut, dikutip Minggu (12/8).Dalam studi kasus Polandia, negara itu berhasil menghapus empat angka nol di belakang mata uang pada tahun 1995. Kondisi perekonomian negara tersebut berangsur membaik dengan tingkat inflasi rata-rata sebesar 5 persen dari tahun 1995 hingga 2014. Sebagai perbandingan, sebelum redenominasi tingkat inflasi rata-rata mencapai 40 persen pada periode 1991–1994.Selain Polandia, nama Brasil dan Argentina juga masuk ke daftar negara yang berhasil melakukan redenominasi meski harus melalui beberapa kali tahapan.Brasil secara bertahap menghapus 18 angka nol di belakang mata uangnya pada tahun 1967, 1970, 1986, 1989, 1993, dan 1994. Dalam hal ini, redenominasi terakhir pada tahun 1994 dianggap menjadi yang paling berhasil. Hal ini karena inflasi pasca-redenominasi 1995–2014 rata-rata hanya 14 persen. Sebagai perbandingan, tingkat inflasi sebelum redenominasi pada tahun 1994 mencapai 2.075 persen.Sementara itu, Argentina juga sukses setelah empat kali melakukan redenominasi. Dua angka nol di belakang mata uangnya dihapus pada tahun 1970, empat angka nol berikutnya pada tahun 1983, tiga angka nol pada tahun 1985, dan empat angka nol terakhir pada tahun 1992. Setelah redenominasi, tingkat rata-rata inflasi menurun menjadi 4,2 persen pada periode 1993–2002.Sedangkan di Turki, redenominasi dilakukan karena laju inflasi yang terus meningkat sejak tahun 1970 dan mencapai 137 persen pada tahun 1998. Redenominasi terhadap mata uang Lira dilakukan pada tahun 2005, sejak saat itu, perekonomian Turki relatif stabil dengan rata-rata inflasi sebesar 7,5 persen pada periode 2005 sampai 2015.Ilustrasi Lira Turki. Foto: Akif CUBUK/ShutterstockMeski demikian, jurnal itu juga menyebut beberapa negara yang gagal melakukan redenominasi di antaranya adalah Kongo dan Zimbabwe.Kongo melakukan redenominasi secara bertahap dengan menghapus total 14 angka nol pada mata uangnya. Rinciannya, tiga nol pada tahun 1967, enam nol pada tahun 1993, dan lima nol terakhir pada tahun 1998. Setelah redenominasi dilakukan, hasilnya tidak memuaskan karena inflasi pasca-redenominasi justru meningkat tajam dengan rata-rata mencapai 240,63 persen dibandingkan hanya 16,70 persen sebelum redenominasi.Sama seperti Kongo, Zimbabwe juga mengalami kegagalan. Hal ini karena pada tahun 2006 negara tersebut melakukan redenominasi di tengah hiperinflasi yang mencapai 1.097 persen dibandingkan tahun sebelumnya.“Redenominasi akan berdampak buruk apabila diterapkan pada saat tingkat inflasi yang tinggi. Sebaliknya ketika redenominasi diterapkan pada saat tingkat inflasi yang rendah maka akan memperbaiki kondisi perekonomian suatu negara,” tulis jurnal itu.Ilustrasi desain uang rupiah hasil redenominasi yang menghilangkan 3 angka nol di belakang. Foto: IstimewaSebelumnya, rencana redenominasi masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025-2029, yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025.Purbaya menetapkan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) sebagai salah satu program prioritas nasional di bidang kebijakan fiskal. RUU ini masuk kategori rancangan undang-undang luncuran dan ditargetkan rampung pada tahun 2027.Redenominasi merupakan langkah penyederhanaan jumlah digit pada mata uang tanpa mengubah daya beli masyarakat. Artinya, nilai uang secara riil tetap sama, hanya penyebutannya yang dibuat lebih sederhana. Sebagai contoh, harga barang yang sebelumnya Rp 1.000 akan ditulis menjadi Rp 1 setelah redenominasi.