Raisa Andriani dan Hamish Daud sedang menjalani proses perceraian setelah menikah sejak 2017. (Instagram/@hamishdw)JAKARTA – Angka perceraian mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Yang menjadi perhatian, struktur perceraian di Indonesia didominasi oleh cerai gugat, yaitu gugatan yang diajukan oleh pihak istri.Dalam mesin pencarian Google, kata kunci “cerai” termasuk ke dalam salah satu yang terpopuler. Fakta tersebut tak lepas dari kabar perceraian penyanyi Raisa Andriana dan akor Hamish Daud. Pada Oktober lalu, muncul kabar mengejutkan dari kalangan selebritas Tanah Air, soal gugatan cerai Raisa terhadap Hamish Daud. Padahal masih lekat dalam ingatan bagaimana para penggemar menandai tanggal 3 September 2017 sebagai Hari Patah Hati Nasional, ketika Raisa dan Hamish mengikat janji suci dalam pernikahan. Pasangan penyanyi dan aktor ini disebut-sebut sebagai couple goals atau pasangan ideal dambaan warga Indonesia.Kasus perceraian Raisa hanya secuil dari realitas yang lebih luas. Perceraian tidak hanya dialami kalangan selebritas, karena belakangan menjadi potret sosial yang makin akrab di tengah masyarakat.Angka Perceraian MeningkatData Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 399.921 kasus perceraian sepanjang 2024. Angka ini sedikit menurun dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 408.347 kasus. Meski begitu, jumlah tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi COVID-19 yang hanya 291.677 kasus.Sedangkan jumlah pernikahan di Indonesia malah terus menurun. Pada 2020 misalhnya, tercatat sekitar 1,78 juta pernikahan, sementara pada 2024 jumlahnya menyusut menjadi hanya 1,47 juta.Namun yang menjadi sorotan sekarang ini bukan saja soal alasan perpisahan, melainkan struktur perceraian yang didominasi cerai gugat, yaitu gugatan yang diajukan oleh pihak istri.Menurut data BPS, pada 2024 terdapat 308.956 kasus cerai gugat atau sekitar 77,2 persen dari total perceraian nasional. Sedangkan kasus cerai talak, yaitu yang diajukan oleh pihak suami, sebanyak 85.652 kasusData 1 pernikahan dan perceraian di Indonesia tahun 2024 menurut BPS. (BPS)Data 2 pernikahan dan perceraian di Indonesia tahun 2024 menurut BPS. (BPS)Fenomena ini menunjukkan bahwa perempuan kini memiliki keberanian lebih besar untuk menentukan nasibnya sendiri, termasuk ketika memilih keluar dari relasi yang tidak lagi sehat.Menurut Heidi Kar, psikolog dan pakar kekerasan dalam rumah tangga di Pusat Pengembangan Pendidikan di Amerika Serikat, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi adanya peningkatan kasus cerai gugat belakangan ini. Salah satunya adalah kemandirian finansial yang dialami perempuan membuat mereka lebih berani mengajukan perceraian.“Karena kemandirian ekonomi merupakan keharusan sebelum seorang perempuan dapat mencoba meninggalkan pernikahan, baik sendirian maupun dengan anak-anak yang harus dibiayai, sangat sulit bagi perempuan untuk meninggalkan pernikahan kecuali mereka memiliki cara untuk menghasilkan uang sendiri,” tegasnya.“Di berbagai budaya dan geograsi, perempuan yang secara ekonomi mampu mengurus diri sendiri lebih mungkin untuk memulai perceraian,” sambung Heidi Kar.Ekspektasi Tak Sesuai KenyataanNamun peningkatan kemandirian ekonomi saja tidak menjelaskan mengapa perempuan menjadi lebih mungkin mengajukan perceraian dibandingkan suami mereka.Banyak perempuan, ucap Heidi Kar, memiliki ekspektasi yang tinggi tentang pernikahan dan justru hal ini tidak sesuai dengan kenyataan. Perempuan seringkali memiliki harapan tinggi tentang bagaimana pasangan mereka memenuhi kebutuhan emosional, yang justru dapat menyebabkan kekecewaan pasca-pernikahan.Buyarnya ekspektasi perempuan tentang pernikahan dijelaskan terapis pasangan berlisensi, Gilza Fort-Martinez. Ia menuturkan, laki-laki biasanya disosialisasikan memiliki kecerdasan emosional lebih rendah dibandingkan perempuan, sehingga dapat menyebabkan pasangan merasa tidak didukung dan melakukan banyak pekerjaan emosional dalam hubungan. Kecerdasan emosional ini juga berarti perempuan lebih peka terhadap masalah dan tanda bahaya dalam hubungan.Sementara itu, Guru Besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo Khoirul Rosyadi menyoroti berbagai faktor penyebab perceraian di Indonesia.Perempuan lebih banyak mengajukan gugatan cerai karena ekspektasi terhadap pernikahan tidak sesuai kenyataan. (Unsplash)Ia menjelaskan, perceraian umumnya dipicu oleh ketidaksepahaman dan konflik dalam rumah tangga yang sulit diselesaikan. Selain itu, masalah ekonomi dan ketidakstabilan finansial keluarga juga bisa menjadi pemicunya.Khoirul juga menambahkan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik fisik maupun psikis, kerap membuat hubungan menjadi tidak aman."Selain itu, judi online turut menjadi faktor yang masih perlu dibuktikan lebih lanjut pengaruhnya terhadap perceraian," ujarnya. Soal dominasi gugatan cerai oleh pihak istri, Rosyadi menilai kondisi tersebut mencerminkan adanya perubahan relasi gender serta meningkatnya kesadaran dan kemandirian perempuan dalam mengambil keputusan atas kehidupannya sendiri.