Masuknya Kapolri dalam Komite Reformasi Dinilai Kontraproduktif dan Berpotensi Melemahkan Kompolnas

Wait 5 sec.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat dilantik menjadi anggota Komite Percepatan Reformasi Polri.(dok Setpres)JAKARTA – Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai bahwa masuknya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam Komite Reformasi Polri dinilai kontraproduktif terhadap semangat reformasi serta berpotensi melemahkan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).“Dengan komposisi seperti itu malah bisa dipersepsi sebagai delegitimasi Kompolnas yang ada. Karena komposisinya alih-alih menguatkan peran masyarakat, tetapi justru didominasi petinggi dan mantan petinggi Polri,” ungkapnya, Minggu 9 November.Menurut dia, dengan komposisi yang ada, pembentukan Komite Reformasi Polri justru menjadi antiklimaks dari tuntutan reformasi Polri yang selama ini disuarakan publik. Seharusnya, dominasi perwakilan masyarakat diperlukan dalam tim tersebut. “Idealnya harus lebih banyak perwakilan dari masyarakat. Bukan perwakilan pemerintah dan Polri,” sambungnya.Bambang mengatakan, masalah utama Polri selama ini bukan hanya menyangkut perilaku aparat, tetapi juga persoalan struktur dan budaya organisasi yang belum berubah secara mendasar karena Polri tidak bisa memastikan instrumen-instrumen dibuat dan dijalankan secara akuntabel dan konsisten.Dia menegaskan, Komite Reformasi Polri sebaiknya memprioritaskan pembenahan struktur dan pengawasan eksternal agar transformasi di tubuh Polri berjalan lebih efektif. “Artinya, Komite Reformasi Polri harus membuat formula terkait struktur Polri, termasuk pengawasan eksternal, yakni Kompolnas yang lebih baik agar transformasi Polri bisa berjalan lebih cepat dan tepat sasaran,” ujarnya.Bambang menyatakan, keterlibatan kapolri aktif di dalam struktur komite juga dianggap memperlemah independensi lembaga tersebut, sekaligus menunjukkan bila Polri memiliki kekuatan negosiasi dalam tim ini.“Masuknya nama kapolri aktif di dalam komite tersebut menunjukkan bargaining position Listyo sangat kuat. Sulit rasanya diterima akal bahwa Komite Reformasi ini benar-benar independen dan memberikan rekomendasi yang obyektif,” terangnya.Bambang menambahkan, posisi strategis Polri dalam politik nasional turut memengaruhi arah pembentukan komite tersebut. Mengingat, isu ‘partai cokelat’ memiliki andil yang besar dalam pemilu terakhir.“Posisi Polri dalam politik itu sangat strategis, dan itu dibuktikan dalam beberapa pemilu terakhir dan munculnya isu ‘Parcok’. Dan itu bisa diartikan bahwa ada indikasi kepentingan kekuasaan untuk tetap mempertahankan posisi status quo Polri untuk kepentingan Pemilu 2029,” katanya.