Abdul Muis (kiri) dan Rasnal, guru yang di PTDH sebagai ASN. Foto: Dok. IstimewaDua guru SMA di Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai ASN setelah membantu guru honorer yang tidak menerima gaji selama 10 bulan. Keduanya divonis penjara satu tahun oleh Mahkamah Agung atas kasus dugaan korupsi terkait iuran sukarela dari orang tua murid.Kasus ini memicu protes dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara yang berencana mengajukan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto dengan alasan kemanusiaan. Pihak Disdik Sulsel menegaskan pemecatan kedua guru telah sesuai aturan ASN dan merupakan tindak lanjut putusan hukum yang telah inkrah.Dua Guru Luwu Utara Dipecat Usai Bantu Honorer Tak DigajiDua guru SMA di Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis, diberhentikan tidak hormat sebagai ASN setelah membantu guru honorer yang tak menerima gaji 10 bulan. Keduanya divonis penjara 1 tahun oleh Mahkamah Agung.“Berdasarkan surat keputusan Gubernur Sulsel, Pak Rasnal dipecat per tanggal 21 Agustus 2025, sedangkan Pak Abdul Muis tanggal 4 Oktober 2025,” kata Ketua PGRI Luwu Utara Ismaruddin, Rabu (12/11).Kasus bermula saat Rasnal mengusulkan patungan Rp 20 ribu dari orang tua murid untuk membayar guru honorer yang belum digaji. Aksi itu kemudian dilaporkan LSM hingga berujung vonis korupsi.“Wali murid sendiri yang mengusulkan agar sumbangan Rp 20 ribu digenapkan dari sebelumnya Rp 17 ribu,” kata Supri Balantja, mantan anggota Komite SMAN 1 Luwu Utara.Pungutan Rp 20 Ribu Disetujui Orang Tua MuridKasus dua guru SMA di Luwu Utara bermula pada 2018 saat Rasnal menjabat Kepala SMAN 1 Luwu Utara dan Abdul Muis sebagai bendahara komite. Mereka berinisiatif membantu guru honorer yang belum menerima gaji hingga 10 bulan dengan meminta kesepakatan komite untuk iuran sukarela Rp 20 ribu per orang tua murid.Rasnal saat RDP di DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025). Foto: kumparan“Wali murid sendiri yang mengusulkan agar sumbangan Rp 20 ribu digenapkan dari sebelumnya Rp 17 ribu,” kata Supri Balantja, mantan anggota Komite SMAN 1 Luwu Utara.Iuran itu disetujui secara sukarela oleh seluruh wali murid dan tidak ada paksaan dalam pengumpulan dana tersebut. Namun belakangan, tindakan itu dilaporkan oleh salah satu LSM ke polisi hingga berujung pada proses hukum dan pemecatan dua guru tersebut.“Ini pembelajaran bagi kita semua bahwa ada kegagalan negara dalam membiayai pendidikan yang menyebabkan hak seorang guru, kehormatan seorang guru, kasarnya, diinjak-injak, dianiaya, dan dilegalkan melalui putusan pengadilan," tandas Supri.Laporan LSM Berujung Pemecatan Dua GuruSaat itu, LSM tersebut meminta dokumen komite sekolah namun tidak diberikan hingga akhirnya melapor ke polisi.“Maka dia mungkin merasa tidak nyaman, dan dia langsung melapor ke polisi,” ujar Rasnal saat rapat dengar pendapat di DPRD Sulsel.Laporan itu kemudian ditindaklanjuti aparat kepolisian. Setelah enam bulan penyelidikan, Rasnal dan bendahara komite ditetapkan sebagai tersangka. Ia menilai proses hukum yang dilalui tidak sesuai prosedur karena sekolah berada di bawah kewenangan provinsi.“Ini yang aneh, karena SMA itu kewenangan provinsi. Harusnya Inspektorat Provinsi yang periksa, bukan Kabupaten,” tegas Rasnal.PGRI Luwu Utara Minta Grasi Prabowo untuk Dua GuruKetua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara, Ismaruddin, berencana mengajukan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto bagi dua guru SMA, Rasnal dan Abdul Muis. Keduanya dipecat usai membantu 10 guru honorer yang belum menerima gaji.“Kita memohon kepada Bapak Presiden Prabowo agar memberikan grasi kepada saudara Rasnal dan Abdul Muis sehingga dikembalikan hak dan martabatnya sebagai ASN guru,” ujar Ismaruddin, Rabu (12/11).Rasnal saat RDP di DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025). Foto: kumparanKasus bermula dari inisiatif kedua guru tersebut memungut Rp 20 ribu dari orang tua murid untuk membantu guru honorer yang gajinya tertunda hingga 10 bulan. Aksi itu kemudian dipersoalkan oleh salah satu LSM hingga dilaporkan sebagai dugaan korupsi, dan berujung pada vonis 1 tahun penjara oleh Mahkamah Agung.“Ada something wrong di sini, tentu saja mengusik rasa keadilan dan kemanusiaan kita semua. Semestinya gubernur bijak dan berempati, ada rasa empati pada guru,” kata Ismaruddin.Disdik Sulsel Tegaskan Pemecatan Dua Guru Luwu Utara Sesuai Aturan ASNDinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan menegaskan pemecatan dua guru SMA di Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis, sudah sesuai aturan kepegawaian. Keduanya diberhentikan tidak dengan hormat usai kasus pidana korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap.“Perlu kami luruskan bahwa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) adalah murni penegakan hukum dan disiplin ASN. Ini adalah akibat dari putusan hukum pidana yang telah inkrah," ujar Kepala Disdik Sulsel, Iqbal Nadjamuddin, di Makassar.Menurut Iqbal, keputusan PTDH mengacu pada Undang-Undang ASN dan hasil koordinasi dengan BKD. Ia menegaskan Pemprov Sulsel hanya menjalankan ketentuan normatif sesuai keputusan Mahkamah Agung terhadap kedua guru tersebut.“Pemprov Sulsel hanya menjalankan putusan dan aturan normatif yang berlaku. Prosesnya sudah sesuai aturan ASN. Ketika seorang ASN tersangkut kasus pidana dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap, maka berlaku Undang-Undang ASN," tegasnya.Vonis Lepas, Lalu Dihukum KasasiSebetulnya, pada Desember 2022, Pengadilan Tipikor Makassar memutus keduanya bebas karena tindakan mereka dianggap tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi, melainkan kesalahan administratif dalam struktur komite sekolah.“Kami hanya dianggap salah administrasi dalam struktur komite, bukan pidana,” kata Rasnal.Namun, jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan putusannya berbalik: vonis bebas dibatalkan dan keduanya dijatuhi hukuman penjara satu tahun dua bulan. Setelah inkrah, mereka dieksekusi ke Lapas, dan kini juga diberhentikan tidak dengan hormat oleh Gubernur Sulsel.“Saya tidak menyesal membantu guru-guru. Yang saya sesalkan hanya, kenapa keadilan tidak melihat niat baik itu,” katanya pelan.