Direktur Jenderal ILMATE Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Setia Diarta. Foto: Theresia Agatha/VOIJAKARTA - Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) mampu tumbuh sebesar 5,53 persen hingga kuartal III-2025. Namun demikian, pertumbuhan itu tak semulus seperti yang dibayangkan.Direktur Jenderal ILMATE Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Setia Diarta menyampaikan, sedikitnya ada lima tantangan yang menjadi penyebab lemahnya daya saing sektor tersebut.Pertama, terkait dengan bahan baku. Menurut pria yang akrab disapa Tata itu, isu utamanya adalah ketergantungan impor bahan baku logam presisi dan komponen elektronika."Ini membuat industri kami rentan terhadap fluktuasi harga global," ujar Tata dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI bersama Ditjen ILMATE Kementerian Perindustrian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 November.Kedua, terkait persaingan pasar. Tata menjelaskan, saat ini sektor ILMATE tengah menghadapi dumping dan pelanggaran SNI, khususnya produk baja dan elektronika impor dari Tiongkok. Lalu, ada isu penggunaan truk impor non euro 4 di wilayah pertambangan."Di sini penegakan hukum dan pengawasan impor menjadi kunci yang harus kami sama-sama perhatikan," katanya.Tantangan ketiga adalah biaya energi dan logistik. "Tarif energi dan biaya logistik kami masih relatif tinggi dibandingkan negara-negara kompetitif. (Akibatnya) langsung memukul pada efisiensi dan harga jual produk kami," terangnya.Keempat, terkait regulasi dan insentif. Tata menilai, perlu ada dukungan insentif lebih kuat bagi kendaraan truk produksi dalam negeri.Tak hanya itu, menurut Tata, saat ini Implementasi pengawasan dan penegakan hukum di sektor industri logam masih lemah. Hal itu memicu banjirnya barang-barang impor ke pasar dalam negeri, utamanya untuk produk baja dan elektronika.Kelima, masih minimnya sumber daya manusia (SDM) dan inovasi. "Di sini kami masih minim kegiatan R&D dan ketersediaan tenaga ahli, seperti CNC machining CAD/CAM machining, menunjukkan urgensi investasi pada SDM dan teknologi," jelas Tata.Dari lima tantangan yang dihadapi, kata Tata, tiga di antaranya merupakan krusial dan membutuhkan solusi segera. "Dari lima area ini, kami menyampaikan biaya energi atau logistik, penegakan regulasi dan keterbatasan SDM/inovasi adalah tiga area yang sangat membutuhkan dukungan, baik anggaran maupun legislatif dari Komisi VII DPR RI terutama panja daya saing," imbuhnya.