Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)JAKARTA - PT Mayora Indah Tbk (MYOR) buka suara terkait sumber air yang digunakan oleh anak perusahaannya, PT Tirta Frisindo Jaya (produsen air minum merek Le Minerale), yang bergerak di industri minuman.Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI pada Senin, 10 November, Le Minerale menjelaskan bahwa perusahaan menggunakan sumber air tanah dalam (akuifer dalam) pada kedalaman antara 80 hingga 120 meter. Air tersebut diambil dari daerah resapan di kawasan dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 800 meter di atas permukaan laut.Manajemen Mayora menegaskan bahwa air Le Minerale tidak diambil dari air permukaan atau sungai, melainkan dari lapisan akuifer dalam.Ia menjelaskan bahwa air dari akuifer berbeda dengan air tanah biasa karena telah melalui proses penyaringan alami oleh lapisan batuan mineral, sehingga mengandung mineral alami dan memenuhi syarat sebagai air mineral."Air akuifer itu air, bukan air tanah ya, jadi beda antara air tanah dengan air akuifer, jadi, air pegunungan bukan berarti kita ngambil air sungai, itu enggak karena air sungai kalau disedot untuk air minum nanti di bawah jadi berkurang debit airnya. Kenapa dibilang air mineral karena, air mineral itu adalah air yang menyerap ke bawah melalui batuan yang dikoleksi batuan-batuan mineral alam. Sehingga dia pada saat turun itu membutuhkan waktu sampai di tempat-tempat yang air akuifer dalam itu juga dalaman 80 sampai 120 meter," jelasnya kepada VOI, Rabu, 12 November.Lebih lanjut dijelaskan, sumber air Le Minerale berada di kawasan pegunungan dengan ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut sehingga masuk kategori air pegunungan dan air diambil dari lapisan akuifer pada kedalaman 80 hingga 120 meter di bawah permukaan tanah di lokasi tersebut."Tempat yang air mineral ambil itu adalah di tempat yang di atas 800 meter dari permukaan tanah, permukaan laut, di situlah tempat kita airnya, diambil bukan dari sungai, kita sedot. Karena kalau air sungai itu kan berarti air hujan. Air hujan itu sama air destilasi, itu air tidak layak minum. Makanya kita ambilnya adalah, yang air akuifer," jelasnya.Mayora juga menegaskan bahwa proses pengambilan air berasal dari akuifer dalam yang berada jauh di bawah tanah sehingga tidak mengganggu sumber air yang digunakan masyarakat."Di ketinggian 800 meter dari permukaan tanah, jadi naik dulu ke 800 meter. Terus kemudian sudah sampai di tanah 800 meter yang tingginya, ambil air akuifernya, kemudian dapat itu kedalaman di 80 meter sampai 100 meter, bolongin di bawah. Jadi tidak akan mengganggu air yang dibikin oleh masyarakat. Air masyarakat itu bikin sumur, itu paling 5 meter, 10 meter, ya kan?. Jadi air permukaan luar itu yang air sumur, air sumur itu yang biasa diambil orang-orang masyarakat," jelasnya.Lebih lanjut, MYOR menjelaskan bahwa tidak semua sumber air pegunungan dapat digunakan sebagai air mineral, karena setiap daerah memiliki kandungan mineral yang berbeda, sehingga hanya air dari pegunungan vulkanik dengan kandungan mineral tertentu yang dapat diproses menjadi produk Le Minerale."Air pegunungan terpilih, makanya kita enggak semua air pegunungan bisa diambil Karena kandungan mineralnya beda-beda, tiap pegunungan, tiap daerah. Jadi itu cuma bisa diambil dari pegunungan vulkanik. Indonesia banyak pegunungan vulkanik, makanya bisa diambil, enggak semua area sama, karena kandungan mineral tiap daerah itu beda," ucapnya.Manajemen menjelaskan pihaknya telah melakukan studi dan pengujian terlebih dahulu terhadap sampel air di setiap lokasi dan hanya sumber air yang memenuhi standar kualitas dan kandungan mineral yang digunakan.MYOR juga meluruskan kesalahpahaman di masyarakat mengenai istilah air tanah dalam, di mana tidak semua air yang ditemukan di kedalaman tertentu dapat dikategorikan sebagai air akuifer."Misalkan di tengah-tengah jalan tol dalam kota gitu, dibolongin 150 meter, mungkin ketemu air. Tapi itu bukan air akuifer. Mungkin malah sudah sampai laut, di Jakarta kan sudah posisi di bawah laut. Sudah bukan air akuifer lagi itu. Jadi enggak selalu di kedalaman 120 meter akan ditemukan air akuifer. Tidak selalu. Kayak contoh sekarang kita di Jakarta saja kalau mau bikin sumur, pasti bikin 20 meter, 30 meter ya kan, baru dapat airnya. Itu pun belum tentu air. Belum tentu air tanah, bisa juga air payau," tuturnya.