Bahaya hujan mikroplastik: Apa yang perlu masyarakat waspadai?

Wait 5 sec.

EL_JUSUF/Pexels, CC BYSelama ini, kita mungkin mengira air hujan selalu menyegarkan. Namun, riset terbaru dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggugurkan asumsi itu. Berdasarkan studi yang dilakukan di berbagai titik di Jakarta, para peneliti BRIN menemukan bahwa air hujan pun ternyata sudah tercemar mikroplastik. Polutan tersebut berasal dari berbagai aktivitas manusia sehari-hari, mulai dari penggunaan kendaraan bermotor, limbah rumah tangga, hingga kegiatan industri.Temuan ini menjadi peringatan serius bahwa polusi plastik tidak hanya mencemari tanah dan laut, tapi kini juga sudah mencapai lapisan atmosfer dan ujungnya turun kembali bersama air hujan.Lantas, apa yang perlu kita waspadai dari situasi ini?Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami membahas isu ini bersama Luqman Hakim, akademisi dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia.Menurut Luqman, hal pertama yang harus ditelusuri adalah dari mana sumber polusinya.Mikroplastik bisa berasal dari serat sintetis pakaian, sisa pembakaran sampah plastik, hingga gesekan antara ban kendaraan dan jalanan.Saat ban bergesekan dengan jalan, partikel plastik dari ban terlepas ke udara, terbawa angin, lalu naik ke atmosfer. Hal serupa terjadi pada sisa pembakaran sampah plastik dan bahan polimer sintetis.Partikel mikoplastik semakin mudah beterbangan dan menyebar luas pada musim kemarau.Dalam hal ini, ujar Luqman, kota-kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung, dan Bali, adalah yang paling rentan tercemar mikroplastik karena padatnya penduduk dan tingginya mobilitas.Sementara kelompok masyarakat yang paling terdampak adalah kalangan menengah ke bawah yang sering berkegiatan di luar ruangan dan umumnya mengandalkan sepeda motor sebagai alat transportasi utama. Risiko semakin besar jika mereka tidak menggunakan masker atau helm.Partikel mikroplastik di udara bisa terhirup dan masuk ke tubuh manusia. Dari sisi lingkungan, air hujan bermikroplastik berpotensi mencemari sumber air permukaan dan laut, yang akhirnya masuk ke rantai makanan.Meski perlu penelitian lebih lanjut, studi global menunjukkan bahwa paparan mikroplastik bisa menimbulkan dampak kesehatan serius, termasuk gangguan hormon hingga kerusakan jaringan tubuh. Sayangnya, hingga kini Indonesia belum memiliki standar baku terkait kadar mikroplastik di udara maupun air hujan. Akibatnya, pemantauan dan pengendalian mikroplastik juga terbatas.Untuk itu, Luqman menekankan bahwa upaya pengendalian dan penanganan polusi plastik sangat mendesak untuk memutus siklus pencemaran mikroplastik. Pemerintah sebagai regulator harus memperkuat pengendalian sampah plastik sejak dari hulu melalui regulasi yang jelas, termasuk memberi insentif bagi produsen dan masyarakat agar mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memilah sampah, dan mendorong kegiatan daur ulang.Selain itu, pemerintah juga harus mendorong produsen menyediakan alternatif kemasan yang lebih ramah lingkungan sembari mengedukasi publik tentang bahaya mikroplastik.Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi. Kamu bisa mendengarkan episode SuarAkademia lainnya yang terbit setiap pekan di Spotify, Youtube Music dan Apple Podcast.