Capek Tapi Nggak Bisa Berhenti Produktif? Kenali High-Functioning Burnout

Wait 5 sec.

Ilustrasi burnout. Foto: Grustock/ShutterstockDari luar, hidupmu mungkin tampak baik-baik saja. Kamu tetap datang ke kantor setiap hari, target kerja terpenuhi, dan semua orang melihatmu sebagai sosok yang tangguh, bisa diandalkan, bahkan menginspirasi. Tapi di balik semua kesibukan itu, kamu sering merasa kosong. Begitu aktivitas selesai, muncul rasa gelisah yang aneh seakan kamu nggak boleh berhenti. Kalau kamu merasa seperti ini, mungkin yang kamu alami bukan sekadar lelah, tapi high-functioning burnout. Istilah ini mulai dikenal luas setelah banyak orang, termasuk para profesional sukses, menyadari bahwa mereka tetap bisa berfungsi dengan baik meski sebenarnya sedang sangat kelelahan secara mental dan emosional. Tanda-Tanda High-Functioning BurnoutIlustrasi burnout. Foto: ShutterstockCiri utama dari high-functioning burnout adalah kamu tampak produktif di luar, tapi di dalamnya merasa hampa. Beberapa tanda lain yang umum antara lain:Selalu merasa 'harus melakukan sesuatu', bahkan di waktu senggang.Merasa bersalah kalau beristirahat.Sulit menikmati hal-hal yang dulu membuatmu bahagia.Terlalu sibuk membantu orang lain sampai lupa pada diri sendiri.Sering mengalami gangguan tidur, kelelahan, atau sakit yang sulit dijelaskan.Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa berdampak serius bagi fisik seperti tekanan darah tinggi, gangguan hormon, hingga masalah autoimun. Secara emosional, rasa stres yang ditekan terus-menerus bisa berkembang menjadi depresi atau kecemasan yang lebih berat.Kenapa Bisa Terjadi?Ilustrasi burnout. Foto: ShutterstockDilansir Telegraph, Dr. Judith Joseph, seorang psikiater yang meneliti fenomena ini, menyebut bahwa high-functioning burnout muncul dari kombinasi antara faktor emosional, sosial, dan budaya. Pertama, banyak orang menjadikan produktivitas sebagai ukuran nilai diri. Artinya kalau tidak sibuk, berarti tidak berguna. Kedua, budaya people pleasing atau selalu ingin menyenangkan orang lain membuat seseorang menomorduakan kebutuhannya sendiri. Ketiga, trauma masa lalu atau pengalaman hidup yang keras juga bisa membentuk pola pikir 'aku harus kuat', yang akhirnya membuat seseorang enggan mengakui kelemahan.Yang menarik, orang dengan high-functioning burnout bukan tidak tahu bahwa dirinya lelah. Mereka tahu, tapi justru menutupi rasa lelah itu dengan kesibukan baru. Ada semacam ilusi kontrol selama mereka sibuk artinya mereka merasa masih punya kendali atas hidup. Padahal, di balik itu ada ketakutan ketika harus diam dan menghadapi perasaan sendiri.Cara Memutus SiklusnyaIlustrasi perempuan sedang beraktivitas dan tampak bahagia. Foto: Mix and Match Studio/ShutterstockKabar baiknya, high-functioning burnout bukan kondisi permanen. Ini adalah pola perilaku yang bisa diubah dengan kesadaran dan langkah kecil yang konsisten. Dr. Joseph menyarankan lima langkah sederhana yang disebut “Five Vs” untuk mulai memulihkan diri:Validation: Akui dan terima perasaanmu. Kamu nggak harus selalu baik-baik saja. Mengakui bahwa kamu lelah bukan tanda kelemahan, tapi langkah pertama menuju pemulihan.Venting: Ungkapkan apa yang kamu rasakan. Ceritakan ke teman, tulis di jurnal, atau keluarkan lewat aktivitas kreatif. Kadang, rasa lega datang setelah emosi punya tempat untuk “keluar.”Values: Ingat kembali apa yang penting buatmu. Fokus pada alasan dan nilai yang benar-benar berarti, bukan sekadar ingin terlihat kuat atau sukses.Vitals: Jaga dasar-dasar hidupmu: tidur cukup, makan bergizi, olahraga ringan, dan batasi paparan teknologi yang bikin stres.Vision: Buat rencana kecil untuk menumbuhkan kebahagiaan. Rayakan pencapaianmu, sekecil apa pun, dan sisihkan waktu untuk hal-hal yang benar-benar kamu nikmati.Take It Slow, Ladies...Ilustrasi perempuan bahagia. Foto: Mumemories/ShutterstockKalau akhir-akhir ini kamu merasa terus sibuk tapi makin kehilangan semangat, mungkin ini saatnya berhenti sejenak. Kamu perlu belajar memberi ruang untuk istirahat dan menikmati jeda tanpa rasa bersalah, Ladies. Tak perlu khawatir, memulihkan diri dari high-functioning burnout bukan berarti berhenti total dari tanggung jawab, kok. Ingat, rest is productive too!Baca Juga: Emotional Labor, Kondisi yang Sering Bikin Perempuan Burnout dalam Hubungan