Indonesia Perkuat Reformasi Regulasi dalam Proses Aksesi ke OECD

Wait 5 sec.

Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Kemenko Perekonomian Evita Manthovani. (Foto: Dok. Kemenko Perekonomian)JAKARTA - Indonesia saat ini tengah menjalani proses aksesi untuk menjadi anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) terus memperkuat kebijakan adaptif melalui reformasi tata kelola regulasi dengan penerapan Regulatory Impact Assessment (RIA) sebagai bagian dari Good Regulatory Practices (GRP). Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Kemenko Perekonomian Evita Manthovani menyampaikan, langkah ini bertujuan memastikan setiap regulasi disusun secara efisien, berbasis bukti, dan berdampak positif bagi perekonomian, masyarakat, serta lingkungan. Dia menyampaikan, implementasi RIA bukan hanya agenda domestik, tapi juga memiliki relevansi internasional yang kuat. Menurutnya, dalam proses aksesi Indonesia menuju keanggotaan OECD, penerapan GRP termasuk RIA menjadi salah satu indikator kesiapan kita untuk sejajar dengan negara-negara dengan standar tata kelola terbaik. "Artinya, penerapan RIA tidak hanya memperkuat kebijakan nasional, tapi juga membuka jalan bagi integrasi Indonesia dalam tatanan ekonomi global yang lebih transparan dan kompetitif,” ungkapnya dalam keterangannya, Kamis, 13 November. Lebih lanjut, Evita menyampaikan RIA Forum 2025 merupakan hasil kolaborasi antara Pemerintah Indonesia melalui Kemenko Perekonomian dengan Pemerintah Inggris, sebagai bagian dari kemitraan yang berkelanjutan dalam mendukung penguatan kapasitas analisis kebijakan dan penerapan GRP di Indonesia. "Forum ini menjadi wadah untuk memperdalam pemahaman mengenai konsep dan penerapan RIA, khususnya dalam penjabaran ambang batas (threshold) yang menentukan sejauh mana suatu kebijakan dianggap memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian," ujarnya. Forum ini sekaligus menjadi momentum memperkuat kerja sama bilateral antara Indonesia dan Inggris dalam memperluas praktik evidence-based policy making serta pertukaran pengalaman dalam menerapkan GRP. Dia menyampaikan kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat kapasitas institusional Pemerintah Indonesia dalam melakukan evaluasi dampak kebijakan dan mendorong terciptanya proses regulasi yang lebih transparan, partisipatif, dan akuntabel. Evita mengapresiasi kepada seluruh pihak yang telah mendukung penyelenggaraan forum ini, khususnya kepada Pemerintah Inggris atas kerja sama dan dukungan dalam memperkuat kapasitas kebijakan berbasis bukti di Indonesia.Dia menyampaikan, kolaborasi internasional seperti ini menjadi contoh nyata penerapan policy learning dan pertukaran pengalaman dapat mempercepat transformasi tata kelola regulasi.“Saya berharap forum ini dapat menghasilkan rekomendasi konkret untuk penguatan pedoman RIA nasional, termasuk dalam hal penentuan ambang batas dampak ekonomi, peningkatan kapasitas kelembagaan, serta harmonisasi penerapan RIA di seluruh Kementerian dan Lembaga. Semoga diskusi hari ini menjadi langkah penting menuju regulasi yang lebih baik regulasi yang berbasis bukti, berdampak nyata, dan berpihak pada kepentingan publik,” jelasnya.Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Inggris untuk ASEAN, Helen Fazey menjelaskan melalui ASEAN-UK Economic Integration Programme, Pemerintah Inggris memperkuat kemitraannya dengan negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, dalam membangun kapasitas untuk kebijakan dan regulasi yang berbasis bukti."Kami menyambut baik penyelenggaraan RIA Forum 2025 sebagai contoh konkret kerja sama antara Inggris dan Indonesia dalam mendorong praktik regulasi yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada hasil. Inisiatif ini mencerminkan komitmen bersama kami untuk menciptakan lingkungan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif," ujarnya.Dia menyampaikan ASEAN-UK Economic Integration Programme terdapat berbagai kegiatan yang berfokus pada tiga area utama, yaitu reformasi regulasi, promosi perdagangan terbuka, dan pengembangan layanan keuangan yang inklusif."Program ini juga memberikan perhatian lintas sektor terhadap digitalisasi sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi, serta mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan wirausaha perempuan," ucapnya.