Pasar Asia Tenggara Tak Lagi Aman, Honda Pangkas Proyeksi Laba hingga 20 Persen

Wait 5 sec.

Honda HRV model 2026. (Foto: Honda Global)JAKARTA - Raksasa otomotif Jepang, Honda baru-baru ini membuat langkah mengejutkan dengan memangkas proyeksi laba operasional tahunan mereka hingga seperlima.Tekanan jangka pendek diakui Honda datang dari dampak tarif Amerika Serikat dan kekurangan pasokan chip global, namun analisis mendalam dikutip dari laporan Reuters, Selasa, 11 November, menunjukkan bahwa tantangan jangka panjang yang lebih signifikan dan mengancam justru terletak pada persaingan sengit dari produsen kendaraan listrik (EV) China yang kini kian agresif di pasar Asia Tenggara.Sebelumnya, akhir minggu lalu, Honda mengumumkan pemangkasan prospek laba setahun penuh, mengutip biaya EV satu kali (one-off EV costs) dan kekurangan komponen yang menggunakan chip dari Nexperia (sebuah perusahaan di bawah kendali China).Selain itu, perusahaan memperkirakan kerugian sebesar 385 miliar yen (sekitar Rp41,6 triliun) akibat tarif AS, meski angka ini sedikit lebih rendah dari perkiraan awal.Atas pengumuman ini, dunia pasar merespons negatif yang membuat saham Honda anjlok sebesar 4,7 persen pada hari Senin, 10 November.Kekhawatiran utama bagi Honda dan secara tidak langsung, bagi pembuat mobil Jepang lainnya adalah erosi pangsa pasar yang stabil di Asia Tenggara, wilayah yang secara historis mereka dominasi mutlak secara lama tanpa tantangan berarti."Di pasar seperti Thailand, lanskap kompetitifnya cukup intens dan secara keseluruhan kami telah kehilangan keunggulan kompetitif dalam hal penetapan harga," ujar Wakil Presiden Eksekutif Honda Noriya Kaihara.Gempuran Rival ChinaPersaingan dari produsen EV China, terutama BYD menjadi semakin sulit bagi Jepang di seluruh Asia Tenggara, termasuk Thailand dan Indonesia.Pertumbuhan EV China di Thailand selama dua tahun terakhir digambarkan sebagai "luar biasa," seiring dengan ekspansi agresif mereka ke luar negeri di tengah perang harga yang brutal di pasar domestik China.Data penjualan ritel Honda menunjukkan dampak yang signifikan di wilayah kunci, dari penurunan hampir 30 persen di Indonesia, 18 persen di Malaysia, dan 12 persen di Thailand.Sementara diberitakan VOI sebelumnya, berdasarkan data terbaru Gaikindo, total penjualan mobil wholesales Januari–Oktober 2025 mencapai 635.844 unit. Angka ini turun 10,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang menembus 711.064 unit. Toyota kembali memimpin pasar dengan capaian 202.376 unit atau menguasai 31,8 persen pangsa pasar. Sementara, pabrikan mobil listrik asal China, BYD, makin mencuri perhatian setelah menorehkan 30.670 unit dan masuk peringkat keenam merek terlaris.Honda pun kini memperkirakan akan menjual 75.000 lebih sedikit mobil di Asia di luar China dibandingkan tahun lalu, penurunan tajam dari target mereka sebelumnya.Dengan tantangan yang terus meningkat dan ketiadaan model baru yang signifikan yang direncanakan untuk kawasan Asia Tenggara, Honda mulai mengalihkan strategi. Pembuat mobil Jepang ini mulai menunjuk India, pasar yang hampir tertutup bagi pembuat EV China, sebagai pusat manufaktur dan basis ekspor yang penting. Honda mengumumkan akan menjadikan India basis produksi untuk salah satu rencana mobil listrik mereka, menandakan semakin pentingnya negara tersebut dalam strategi global perusahaan ke depan.