Populer: Purbaya Bicara Utang Whoosh; Uang Pesangon Kena Pajak

Wait 5 sec.

Kereta Cepat Jakarta-Bandung "Whoosh" di Stasiun Whoosh Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Minggu (7/7/2025). Foto: M. Rizki/kumparanMenteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bicara keputusan final pembagian tanggung jawab proses restrukturisasi utang proyek Whoosh antara pemerintah dengan BPI Danantara. Ini menjadi salah satu berita populer kumparanBISNIS pada Jumat (14/11).Selanjutnya, berita sejumlah karyawan bank swasta mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus pajak atas uang pensiun, pesangon, tabungan hari tua (THT), dan jaminan hari tua (JHT). Namun, gugatan tersebut kandas karena dinyatakan tidak dapat diterima oleh MK. Berikut ringkasan berita populer tersebut.Purbaya Bicara Utang WhooshTerkait restrukturisasi utang Whoosh Purbaya menyebut pemerintah kemungkinan bakal menangani pembiayaan infrastruktur, sedangkan Danantara akan menangani rolling stock kereta.“Sepertinya kita (pemerintah) akan cenderung bayar jalan, infrastrukturnya. Rolling stock-nya bukan kita, mereka yang nanggung,” kata Purbaya dalam Media Briefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (14/11).Namun, Purbaya kembali memastikan penyelesaiannya masih belum diputuskan. Ia berencana ikut dalam pembahasan selanjutnya agar memahami prosesnya secara langsung dan memastikan keputusan yang diambil tidak merugikan.“Kita belum sampai kesimpulan jadinya seperti apa. Makanya saya bilang kalau nanti mereka diskusi dengan sana (China), saya ikut, saya mau lihat. Jangan sampai saya rugi-rugi amat, tapi kita lihat yang terbaik buat negara ini,” tutur Purbaya.Uang Pesangon Kena PajakMK memutus permohonan pengujian materiil Pasal 4 ayat (1) huruf a dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dalam Perkara Nomor Nomor 186/PUU-XXIII/2025 tidak dapat diterima. MK menilai permohonan para Pemohon tidak jelas atau kabur.“Karena permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur atau obscuur, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan kedudukan hukum dan pokok permohonan para Pemohon lebih lanjut,” ujar Ketua MK Suhartoyo.Suhartoyo menjelaskan, setelah mencermati rumusan Pasal 4 ayat (1) huruf a dalam Pasal 3 angka 1 UU 7/2021, ternyata tidak terdapat frasa tunjangan dan uang pensiun sebagaimana dimaksud para Pemohon, melainkan kata tunjangan dan frasa uang pensiun, yang masing-masing terpisah dan tidak dalam satu kesatuan frasa.Selain itu, pada bagian petitum angka 1, para Pemohon menambahkan uraian kalimat alasan permohonan yang seharusnya diuraikan pada bagian posita sehingga hal tersebut menyebabkan ketidakjelasan petitum angka 1.“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon Nomor 186/PUU-XXIII/2025 tidak dapat diterima,” kata Suhartoyo.