Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. ANTARA/HO-Kementerian Perindustrian/aa. (Handout Humas Kementerian Perindustrian)JAKARTA - Indonesia disebut masih memiliki ketergantungan untuk mengimpor bahan baku farmasi dari sejumlah negara. Negara yang dimaksud di antaranya India dan China.Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), sekitar 85 persen bahan baku farmasi masih mengimpor dari kedua negara tersebut."Saat ini, bahan baku farmasi kami masih sekitar 85 persen impor, terutama dari India dan Tiongkok," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulisnya dikutip Sabtu, 15 November.Agus menjelaskan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menghasilkan bahan baku obat dari sumber daya alam lokal, seperti tanaman obat dan minyak atsiri yang tersebar di berbagai daerah. "Potensi tersebut menjadi modal penting untuk memperkuat struktur industri farmasi nasional, sehingga Indonesia tidak hanya bergantung pada bahan baku impor, tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan domestik dari produksi sendiri," katanya.Dia mencontohkan bahan aktif berbasis tanaman obat, seperti meniran yang sudah diekspor ke Inggris. Menurut Agus, industri farmasi dalam negeri sudah bisa memenuhi standar tinggi. Mengingat, Inggris itu salah satu negara dengan regulasi obat paling ketat."Ini bukti kemampuan riset dan inovasi kami mulai diakui di tingkat global," ucap Agus.Adapun kinerja sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional terus mencatatkan pertumbuhan solid. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor itu tumbuh 11,65 persen (year on year) pada triwulan III-2025, melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04 persen.Nilai investasi di sektor tersebut mencapai Rp65,9 triliun, dengan nilai ekspor sebesar 15,22 miliar dolar AS. Kontribusinya turut memperkuat kinerja industri manufaktur nasional yang menyumbang 17,39 persen terhadap PDB serta menyerap lebih dari 20 juta tenaga kerja."Capaian ini menunjukkan sektor industri manufaktur, termasuk farmasi dan kosmetik terus menjadi penopang utama perekonomian nasional. Kami perlu menjaga momentum ini dengan memperkuat rantai pasok dan nilai tambah di dalam negeri," terang dia. Menurut Mantan Menteri Sosial itu, pengembangan industri farmasi dan kosmetik nasional harus berjalan seiring dengan inovasi dan penerapan prinsip keberlanjutan (sustainability). Kemenperin terus memperkuat ekosistem industri hijau, mendorong efisiensi energi, pemanfaatan bahan baku ramah lingkungan serta penerapan green chemistry dalam proses produksi.Selain itu, industri kosmetik dan obat bahan alam juga tengah dipersiapkan menghadapi penerapan wajib sertifikasi halal pada Oktober 2026, yang akan memperkuat posisi produk nasional di pasar global.