Ilustrasi menonton film di smartphone. Foto: KemenparekrafFenomena SubtitleDulu, subtitle hanya dianggap sebagai pelengkap kalau sedang menonton film asing atau untuk belajar bahasa. Namun sekarang—bahkan pada saat menonton konten berbahasa Indonesia pun—rasanya aneh kalau tidak ada teks di bawah layar, bukan? Mungkin terjadinya hal tersebut karena pengaruh dari media sosial, kebiasaan multitasking, atau sekadar agar lebih nyaman saja saat menonton. Lalu, mengapa generasi sekarang semakin lengket dengan subtitle?Perkembangan streaming platform seperti Netflix dan TikTok telah mengubah cara kita menikmati konten audiovisual. Media sosial seperti TikTok yang memiliki laju cepat pada video pendek, juga melatih otak kita untuk mengandalkan tulisan subtitle sebagai panduan.Bayangkan, di angkot yang ramai dan riuh, subtitle mampu membantu kita memahami dialog tontonan tanpa perlu memutar ulang. Begitu juga saat belajar sambil menonton vlog di YouTube, subtitle memudahkan menangkap informasi sembari mengerjakan tugas. Akibatnya, subtitle kini bukan lagi sekadar alat bantu, melainkan bagian penting dari pengalaman menonton kita sehari-hari.Dari Pelengkap menjadi Kebutuhan Sehari-HariIlustrasi menonton film di rumah. Foto: ShutterstockSubtitle awalnya muncul sebagai bantuan untuk film terjemahan bahasa asing yang sulit dipahami, tetapi sekarang sudah menjadi fitur wajib di hampir semua platform. Sejak booming-nya Netflix dan layanan streaming lain, subtitle telah berubah menjadi default yang tidak bisa ditinggal. Meningkatnya permintaan subtitle setiap tahun bisa terlihat jelas pada saat menonton drakor seperti Goblin atau bahkan film lokal seperti Laskar Pelangi di mana subtitle sering dinyalakan meski bahasa sudah familiar.Evolusi ini juga dipengaruhi oleh teknologi di mana subtitle sekarang bisa otomatis diatur; dan platform seperti YouTube bahkan punya closed captions yang akurat. Dulu, subtitle terbatas hanya untuk konten khusus di saluran TV tertentu, tetapi sekarang subtitle dapat diakses secara global pada serial seperti Squid Game yang mengharuskan subtitle untuk menikmati cerita sepenuhnya.Perwujudan subtitle dan streaming platform sukses membuat konten-konten global (terutama non-inggris) menjadi populer dan inklusif bagi semua penonton dari seluruh dunia. Perubahan ini menghasilkan pergeseran budaya menonton: dari yang terbatas hingga yang universal; dari yang opsional hingga hampir wajib.Mengapa Otak ‘Perlu’ Subtitle?Ilustrasi menonton film di smartphone. Foto: KemenparekrafSecara psikologis, ketergantungan kita pada subtitle bukan hanya soal kemudahan, melainkan juga bagaimana otak kita bekerja di era digital. Kadang, kita bisa menggunakan subtitle untuk memahami alur cerita konten yang ditonton lebih baik, ataupun menggunakannya karena aksen atau kecepatan suara yang sulit dimengerti.Bagi penonton konten asing, ini sangat relevan; misalnya, saat menonton serial Inggris, seperti film serial Harry Potter di mana aksen khas Inggris-nya yang kental sering membingungkan penonton, sehingga subtitle menjadi penyelamat. Kadang, dialog aktor yang bergumam atau suara latar yang dominan juga membuat subtitle diperlukan.Multitasking, Fokus, dan Kebiasaan DigitalLebih lanjut, Gen Z kini cenderung melakukan multitasking saat menonton, misalnya menggulir media sosial atau makan dengan subtitle menjadi penopang utama agar tidak kehilangan alur cerita.Ilustrasi bermain media sosial. Foto: Shutter StockNamun, kebiasaan ini menyebabkan kesulitan untuk fokus penuh pada satu aktivitas. Hal ini berakar pada pola asuh sejak dini dengan perangkat digital yang menawarkan kecepatan dan visualisasi, sehingga otak terlatih mengandalkan teks untuk memahami informasi dengan lebih mudah.Terdapat beberapa manfaat yang didapat melalui penggunaan subtitle. Pertama, pembelajaran bahasa asing. Subtitle mendukung pemahaman bahasa asing secara tidak langsung, seperti pemahaman slang bahasa lain. Kedua, aksesibilitas. Subtitle memperluas akses bagi penyandang disabilitas pendengaran yang memungkinkan mereka menikmati konten audio visual tanpa hambatan.Kemudian, efisiensi waktu. Subtitle memungkinkan pengguna menghindari pengulangan berulang-ulang, terutama untuk tugas seperti mencatat atau mengikuti pelajaran, sehingga lebih praktis dan menghemat waktu. Terakhir, kenyamanan di lingkungan riuh. Subtitle membantu memahami konten tanpa terganggu oleh keriuhan sekitar, misalnya saat berada di tempat umum yang ramai, atau saat perlu menjaga ketenangan lingkungan, tanpa menaikkan volume.Ilustrasi anak praremaja mudah emosi. Foto: BearFotos/ShutterstockNamun di lain sisi, terdapat dampak negatif dari adanya subtitle. Pertama, berkurangnya konsentrasi dan kesabaran. Generasi ini bisa dikatakan menjadi kurang sabar dengan konten murni audio, seperti podcast atau ceramah tanpa teks, yang sering kali memicu peralihan ke opsi lain yang mempunyai subtitle.Kemudian, pemahaman menjadi dangkal. Membaca cepat subtitle bisa membuat orang hanya “mengejar kata-kata” tanpa benar-benar menyerap konteks konten. Ketergantungan pada teks ini bisa membuat orang kurang terlatih menangkap detail intonasi, aksen, atau nuansa bahasa.Terakhir, gangguan komunikasi sosial. Karena terlalu terbiasa dengan teks, banyak orang jadi kesulitan mengikuti percakapan tanpa transkrip, misalnya saat meeting, diskusi kelas, atau bercakap dengan orang yang bicara cepat.Ilustrasi Gen Z. Foto: Chay_Tee/ShutterstockSecara keseluruhan, ketergantungan ini membuat Gen Z lebih adaptif di era digital, sekaligus menuntut usaha ekstra untuk melatih konsentrasi tanpa "bantuan" visual, seperti subtitle.Subtitle: Teman atau Jebakan saat Menonton?Subtitle telah menjadi lebih dari sekadar tren; ini adalah adaptasi terhadap gaya hidup digital yang kompleks, terutama bagi Gen Z yang terbiasa multitasking dan mengandalkan teks untuk efisiensi. Manfaatnya jelas, mulai dari pembelajaran bahasa, aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, hingga kenyamanan di lingkungan ramai. Namun, ketergantungan ini juga membawa jebakan, seperti penurunan kemampuan konsentrasi dan produktivitas belajar tanpa dukungan visual. Solusi bijak dari isu ini adalah mencoba menyeimbangkan penggunaan subtitle: Cobalah sesekali menonton tanpa subtitle untuk melatih pendengaran dan fokus. Dari kebiasaan kecil itu, lama-lama telinga kita bisa terbiasa menangkap kata-kata dan intonasi, tanpa harus bergantung pada teks. Nah, kalau gitu, apakah kamu akan menjadi tim subtitle on forever atau berani off?