Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: ShutterstockMahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materil Pasal 25 ayat 1 dan Pasal 18 ayat 1 beserta penjelasannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri)."Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan nomor 183/PUU-XXIII/2025 dalam sidang di MK, Kamis (13/11).Adapun permohonan ini diajukan oleh advokat Leon Maulana Mirza Pasha dan pegawai swasta Panji. Mereka mengajukan permohonan ini lantaran pernah mendapat tindakan yang diduga kesewenang-wenangan anggota Polri.Adapun Pasal 25 ayat 1 UU Polri berbunyi:“Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberi pangkat yang mencerminkan peran, fungsi dan kemampuan, serta sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab dalam penugasannya.”Sementara, Pasal 18 ayat (1) UU Polri berbunyi:“Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.”Lalu, penjelasan Pasal 18 ayat (1) UU Polri:“Yang dimaksud dengan “bertindak menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum.”Para pemohon meminta agar Pasal 18 UU Polri tersebut diubah menjadi:“Bertindak menurut penilaiannya dengan wajib berdasar atas hukum, prinsip profesionalisme, proporsionalitas, dan akuntabilitas, serta semata-mata untuk kepentingan umum yang mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan bukan untuk kepentingan pribadi dan golongan."Kemudian, Pasal 25 ayat 1 UU Polri diubah menjadi:“Keabsahan wewenang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia hanya sah apabila digunakan sesuai hukum, profesionalisme, dan kepentingan umum, serta tidak untuk kepentingan pribadi atau golongan."Selanjutnya, para pemohon meminta penjelasan Pasal 18 ayat 1 UU Polri dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.Ilustrasi Polisi. Foto: Herwin Bahar/ShutterstockNamun demikian, dalam pertimbangannya, hakim konstitusi, Arsul Sani, mengatakan kasus yang dialami para pemohon bukanlah masalah konstitusionalitas norma undang-undang.MK menilai kasus tersebut merupakan persoalan penerapan norma. Untuk mengatasi persoalan itu juga telah tersedia mekanismenya sendiri. Meski demikian, MK menegaskan, polisi tetap perlu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan."Dalam putusan a quo, Mahkamah perlu menambahkan dan menegaskan, anggota Polri tetap menjaga harkat serta martabat manusia dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dalam menjalankan tugas dan wewenang Polri," kata Arsul.Menurut dia, frasa "bertindak menurut penilaiannya sendiri" dalam Pasal 18 ayat 1 UU Polri perlu tetap dipertahankan."Mahkamah telah berpendirian bahwa frasa “bertindak menurut penilaiannya sendiri” dalam Pasal 18 ayat (1) UU 2/2002 diperlukan oleh aparat Polri sebagai tindakan diskresi yang dibutuhkan dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan serta kode etik profesi dalam rangka melaksanakan dan memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat, serta penegakan hukum," jelas dia.