Diplomasi Budaya di Era Kontemporer: Dari Potensi Digital hingga Peran Akademisi

Wait 5 sec.

Indonesia. Sumber: Unsplash/Rizky Rahmat HidayatKemajuan pesat dalam teknologi telah mendorong proses digitalisasi yang semakin cepat. Arus digitalisasi yang semakin intens telah membawa perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat.Masyarakat dari berbagai penjuru dunia kini dapat terhubung tanpa batasan ruang dan waktu. Di satu sisi, keterhubungan ini dapat menyebabkan masuknya gelombang budaya populer dari berbagai negara yang dapat mengancam eksistensi budaya lokal. Di sisi lain, keterhubungan ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan eksposur internasional terhadap budaya lokal.Langkah strategis yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan momentum tersebut adalah melalui diplomasi budaya dengan memanfaatkan arus digitalisasi yang semakin kuat. Cummings (2023) mendefinisikan diplomasi budaya sebagai pertukaran ide, informasi, seni, dan aspek budaya lainnya di antara negara dan masyarakatnya untuk mempromosikan saling pengertian. Diplomasi budaya sendiri merupakan bagian dari Soft Power Joseph S. Nye, yang diartikan sebagai kemampuan untuk membujuk melalui budaya, nilai, dan ide.Ilustrasi ragam budaya di berbagai lokasi wisata Indonesia. Foto: Oka diana/ShutterstockSebagai konsekuensi, diplomasi budaya dapat dilakukan oleh aktor non-negara, seperti individu dan komunitas. Meskipun memiliki potensi yang besar, tetapi diplomasi di era digital dihadapkan pada berbagai tantangan. Tantangan tersebut meliputi adanya framing negatif terhadap budaya atau kebiasaan lokal yang diikuti oleh misinformasi/disinformasi, superioritas budaya asing yang dominan, dan klaim budaya yang dilakukan oleh negara lain.Tindakan ini pernah dilakukan Malaysia ketika Reog diklaim sebagai bagian dari budayanya. Ini merupakan bentuk ancaman terhadap identitas nasional. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah nyata dalam mencegah klaim budaya oleh pihak lain, salah satunya dapat dilakukan melalui pendaftaran Warisan Budaya tak Benda (WBTb).Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi digital yang besar. Menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2025, sebanyak lebih dari 229 juta jiwa penduduk Indonesia telah terkoneksi internet dan tingkat penetrasi internetnya mencapai 80,66% dari total populasi penduduk Indonesia sebesar 284.438.900 jiwa pada tahun 2025. Potensi digital memungkinkan peningkatan engagement di berbagai platform.Peserta beradu kecepatan saat Festival Pacu Jalur 2025 di Sungai Kuantan, Kabupaten Singingi, Riau, Rabu (20/8/2025). Foto: Hadly Vavaldi/ANTARA FOTOBahkan, dalam beberapa waktu terakhir, tradisi pacu jalur yang sempat viral di media sosial ternyata berdampak positif pada peningkatan jumlah wisatawan. Dilansir dari laman resminya, Kementerian Pariwisata memberikan dukungan amplifikasi promosi pada event KEN Festival Pacu Jalur Tradisional 2025 melalui live streaming di Instagram Wonderful Indonesia dan TikTok Pesona Indonesia dengan total viewers untuk Instagram sebanyak 2.000 dan TikTok sebanyak 635 ribu.Menurut Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rakhmat, sebagaimana yang dikutip dari Antara, telah terjadi peningkatan kunjungan wisatawan asing, dari hanya puluhan menjadi 1374 selama festival tersebut. Hal ini menunjukkan dampak nyata viralnya tradisi tersebut terhadap eksposur internasional dan perekonomian masyarakat.Di sisi lain, diaspora Indonesia memiliki peran strategis sebagai kreator konten kuliner, sehingga diaspora juga dapat berperan mempromosikan budaya lokal. Sebagai contoh, konten kreator dengan nama akun Youtube seperti Yenny di China dan Shanty di China sering mengunggah akun yang berkaitan dengan kuliner di Indonesia.Ilustrasi Kuliner Indonesia Foto: Shutterstock/Ariyani TedjoDemikian pula kreator asing yang berkunjung ke Indonesia. Seperti akun Youtube bernama Abroad and Hungry banyak membuat konten dan mengulas kuliner Indonesia. Kombinasi keduanya, berpotensi meningkatkan eksposur terhadap kuliner dan budaya Indonesia.Peran Akademisi dan Praktik TerbaikInstitusi akademik memiliki peran penting dalam memajukan diplomasi budaya, yang dapat diwujudkan melalui penelitian bersama tentang budaya dan pariwisata untuk memaksimalkan potensi nasional, pengintegrasian kajian budaya ke dalam kurikulum dan perkuliahan, penyediaan platform edukasi budaya, serta kolaborasi dan pertukaran pelajar internasional.Untuk mengatasi tantangan dan memaksimalkan potensi, diperlukan lebih dari sekadar tindakan digitalisasi. Pertama, mendokumentasikan budaya sebagai warisan Indonesia dan sebagai arsip warisan. Hal ini sangat bermanfaat bagi eksistensi identitas nasional, misalnya sebagai persyaratan warisan budaya tak benda ke UNESCO.Ilustrasi UNESCO. Foto: Bumble Dee/ShutterstockKedua, melakukan nation branding untuk membangun citra positif terhadap budaya Indonesia. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai macam program short course maupun degree yang melibatkan mahasiswa internasional. Mahasiswa internasional juga dapat memperoleh pengalaman belajar untuk hidup di desa.Salah satu contoh yang program yang berkaitan dengan hal ini pernah dilakukan oleh Universitas Sebelas Maret, Surakarta melalui program UNS Goes to Village. Pengalaman berharga yang diperoleh mahasiswa internasional dapat menjadi kontra narasi terhadap framing negatif yang mungkin berkembang.Ketiga, dapat dilakukan dengan menanamkan kebanggaan pada budaya lokal untuk mencegah fanatisme terhadap budaya asing. Tindakan ini dapat dilakukan dengan kuliah umum bertemakan kebudayaan, seperti sejarah dan budaya nusantara, pentingnya menghargai budaya lokal, hingga strategi pelestarian budaya. Selain itu, dosen dapat mendorong mahasiswa melakukan aktivitas eksploratif berkaitan dengan digitalisasi kebudayaan.