Kerangka Kerja Belum Jelas, Partisipasi UEA dalam Pasukan Internasional di Gaza Belum Pasti

Wait 5 sec.

Reruntuhan bangunan Jalur Gaza. (Wikimedia Commons/UN OCHA)JAKARTA - Uni Emirat Arab (UEA) belum memastikan kepastiannya bergabung dalam misi Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) di Jalur Gaza, Palestina, karena kerang kerja yang belum jelas.Penasihat diplomatik Presiden Sheikh Mohamed bin Zayed, Dr. Anwar Gargash mengatakan pada Hari Senin, UEA "belum melihat kerangka kerja yang jelas untuk pasukan stabilitas"."Dalam keadaan seperti itu, kami mungkin tidak akan berpartisipasi dalam pasukan semacam itu," ujarnya dalam pidato pembukaannya di Debat Strategis Abu Dhabi, melansir The National 10 November."Namun kami akan terus mendukung semua upaya politik," tambahnya.Pasukan Stabilisasi Internasional merupakan pilar utama untuk fase selanjutnya dari gencatan senjata Gaza. Amerika Serikat telah menganjurkan pembentukan pasukan dari negara-negara mayoritas Muslim.UEA dianggap sebagai salah satu negara yang dapat menjadi bagian dari pasukan tersebut, sementara negara-negara Arab lainnya, termasuk Yordania, sejak awal menyatakan bahwa mereka tidak akan bergabung.Pembentukan pasukan tersebut merupakan bagian dari perjanjian yang ditetapkan oleh Presiden AS Donald Trump yang menghasilkan gencatan senjata yang rapuh antara Israel dan Hamas. Perjanjian tersebut mulai berlaku pada 10 Oktober, mengakhiri dua tahun pertempuran di Gaza.Rencana perdamaian Gaza "tidak sempurna, tetapi signifikan", kata Dr. Gargash.Perjanjian yang dimediasi AS tersebut juga menjamin pembebasan sandera Israel yang ditahan di Gaza dengan imbalan pembebasan hampir 2.000 tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.Fase selanjutnya dari rencana ini difokuskan pada tata kelola Gaza di masa depan."Rencana ini mengharuskan kita semua, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, untuk mewujudkan perubahan nyata bagi rakyat Gaza dan seluruh warga Palestina, serta memetakan cakrawala yang jelas menuju solusi dua negara," terang Dr. Gargash."Rakyat Palestina sudah cukup menderita. Mereka berhak atas keadilan dan perdamaian, serta sebuah negara di mana mereka hidup berdampingan dengan Israel yang aman," tandasnya.Dr. Gargash juga mengatakan, rencana perdamaian Gaza harus menjadi "awal, bukan akhir", dan menggambarkannya sebagai "satu-satunya jalan berkelanjutan menuju perdamaian dan negara Palestina yang layak".Ia menekankan, kawasan itu berada di "titik yang menentukan setelah puluhan tahun konflik dan keputusasaan", dengan "kesempatan langka" untuk memetakan jalan baru menuju stabilitas dan perdamaian jangka panjang."Kawasan ini masih rapuh, namun ada alasan untuk optimisme yang hati-hati," ujarnya kepada para delegasi."Kebijakan ekstremis dan tuntutan maksimalis adalah resep untuk kekerasan tanpa akhir. Hal ini paling jelas terlihat di Gaza," tandasnya.Timur Tengah memiliki kesempatan bersejarah untuk "mengatasi keluhan mendalam yang telah dieksploitasi oleh para ekstremis selama puluhan tahun", tambah Dr. Gargash.