Ilustrasi kelapa sawit. Foto: diegodmartins/Getty ImagesHarga minyak kelapa sawit dunia diperkirakan naik seiring rencana Indonesia meningkatkan kadar campuran biodiesel dari 40 persen menjadi 50 persen atau program B50 pada 2026.Mengutip Bloomberg, langkah ini dipandang bakal memperketat pasokan global karena lebih banyak minyak sawit dialihkan untuk kebutuhan dalam negeri dan porsi ekspor berkurang. Sementara pertumbuhan produksi di negara produsen utama lainnya cenderung stagnan. Kondisi ini bisa mendorong kenaikan harga minyak nabati global dan bahkan memicu inflasi pangan di beberapa negara.Saat ini, harga minyak sawit yang merupakan bahan baku makanan, kosmetik, hingga bahan bakar, tercatat turun sekitar 6 persen sejak awal tahun menjadi 4.145 ringgit (USD 999,61) per ton.Namun, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono memperkirakan harga bisa naik hingga 5.000 ringgit per ton pada periode Januari–Juni 2026 jika program B50 dijalankan penuh. Selain kenaikan harga di pasar global, Eddy melihat kebijakan ini juga bisa diikuti dengan kenaikan pungutan ekspor, yang kemungkinan besar akan berdampak pada petani kecil.Waktu penerapan program B50 akan menjadi faktor penentu arah pasar. Pedagang senior Dorab Mistry, Direktur Godrej International Ltd., sebelumnya memperkirakan langkah ini bisa mendorong harga sawit mencapai 5.500 ringgit per ton pada kuartal pertama 2026 level tertinggi dalam tiga tahun terakhir.Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTOAnalis Komoditas Senior di BMI, Matthew Biggin mengatakan secara global adanya kebijakan memungkinkan konsumen untuk mencari sumber pasokan baru.“Diperlukan intervensi pemerintah agar produksi biodiesel dalam negeri menjadi prioritas dibanding ekspor. Ini bisa mempengaruhi pasar tradisional seperti India dan Tiongkok, yang harus mencari pemasok lain,” ujarnya dikutip dari Bloomberg, Kamis (13/11).Pemerintah Indonesia telah menyelesaikan uji laboratorium untuk campuran B50, namun uji jalan masih menunggu pelaksanaan.Sekjen Gapki, M. Hadi Sugeng Wahyudiono, mengatakan penerapan penuh B50 akan meningkatkan konsumsi minyak sawit untuk biodiesel sebesar 25 persen dan dapat memangkas ekspor menjadi 26 juta ton pada 2026, dari estimasi 31 juta ton tahun ini.Faktor lain yang juga bisa memengaruhi harga adalah cuaca ekstrem akibat La Niña, yang berpotensi mengganggu panen sawit antara November hingga Februari. Faktor lain yang bisa mempengaruhi pasar adalah kebijakan perdagangan pertanian antara China dan AS, kebijakan biofuel AS yang dapat mengurangi ekspor minyak kedelainya, serta stok minyak nabati lain seperti bunga matahari dan kanola. Selain itu, penyitaan ratusan ribu hektare lahan oleh pemerintah juga menimbulkan kekhawatiran akan turunnya produksi tahun depan.Pelaksana Tugas Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia, Sahat Sinaga, mengatakan pengelolaan lahan yang kurang tepat bisa menyebabkan penurunan produksi tahun depan. Associate Director riset di CGS International Securities Group Jacquelyn Yow mengatakan semua faktor ini membuat prospek harga sawit menjadi positif.“Implementasi penuh B50 kemungkinan dimulai Juni tahun depan,” ujarnya.Pada saat diimplementasikan, akan terjadi permintaan biodiesel hingga 1,7 juta ton, sehingga total konsumsi biofuel Indonesia mencapai 15,6 juta ton, atau sekitar 18 persen dari konsumsi sawit dunia, naik dari 17 persen tahun ini di bawah program B40. “Ini akan menciptakan kondisi yang mendukung bagi kenaikan harga,” tambahnya.