ANTARA/HO-PT Pertamina Patra Niaga)JAKARTA - Eks Direktur Rekayasa Infrastruktur Darat PT Pertamina Patra Niaga, Edward Adolf Kawi, menyebut terminal bahan bakar minyak (BBM) milik PT Oil Tanking Merak (OTM) punya peran penting dalam proses impor dan distribusi. Biaya impor bisa ditekan dan distribusi jadi bisa menyeluruh.Hal ini disampaikannya saat bersaksi dalam sidang perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 10 November. Edward dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial ownership PT Tangki Merak dan PT OTM.“Memang desainnya OTM ini kan kapal-kapal besar, Pak, ya. LR (long range) maupun MR (medium range). Ada ada beberapa GP (general purpose) dan memang untuk impor itu secara keekonomian, … cost paling murah adalah kapal dengan size besar," kata Edward dalam kesaksiannya di persidangan. Pernyataan ini muncul setelah jaksa penuntut mencecarnya soal alasan distribusi BBM harus melalui Terminal BBM PT OTM. Edward mengatakan, terminal BBM PT OTM juga berfungsi sebagai hub atau penghubung. Dari sana, bahan bakar disalurkan ke depo Pertamina yang lebih kecil di berbagai daerah."Terminal hub, terminal terima impor dengan kapasitas gede kemudian kami salurkan ke depo-depo atau terminal kami yang lebih kecil," paparnya.Edward mencontohkan di dermaga Bengkulu, misalnya, hanya mampu disandarkan oleh kapal dengan kapasitas 3.500 dwt atau deadweight tonnage. Sementara dermaga di Teluk Kabung, Padang, dapat menampung 35.000 dwt. Contoh lainnya, Terminal BBM di Panjang, Lampung hanya mampu menampung kapal GP dengan kapasitas 17.000 dwt. Sedangkan Terminal BBM Kertapati, Palembang yang berada di alur Sungai Musi hanya mampu menampung kapal dengan maksimal kapasitas 4.500 dwt. Begitu juga dengan Terminal BBM di Pontianak yang hanya dapat disandari kapal berkapasitas 3.500 dwt. "Jadi eh batasannya karena tadi, Pak, kapasitas impor itu harus size-nya gede supaya freight cost-nya murah, kedua ada restriksi di terminal penerima kami yang tidak semuanya punya kapasitas yang besar," tegas dia.Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mendakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza dan dua terdakwa lainnya karena menyebabkan kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai Rp 285,1 triliun.Dalam surat dakwaan, jaksa memerinci sejumlah perbuatan yang dinilai merugikan negara. Salah satunya, terkait kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak antara perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Kerry, yaitu PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak (OTM).Jaksa menyebut kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak dilakukan dengan PT Pertamina Patra Niaga meskipun saat itu terminal BBM tambahan belum dibutuhkan. Nilai kerugian dari kerja sama ini ditaksir mencapai Rp2,9 triliun.