Danantara Ungkap Akar Masalah Krakatau Steel: Proyek Blast Furnace Bebani Keuangan

Wait 5 sec.

Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)JAKARTA - Danantara Indonesia menyatakan sumber persoalan utama yang menekan kinerja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk berasal dari proyek blast furnace yang gagal beroperasi optimal dan akhirnya menjadi beban keuangan besar bagi perusahaan. Krakatau Steel masuk dalam daftar BUMN yang sedang menjalani program restrukturisasi di bawah holding operasional PT Danantara Asset Management (Persero). Managing Director Danantara Asset Management, Febriany Eddy mengatakan akar masalah Krakatau Steel berawal dari investasi besar di proyek blast furnace yang berujung tidak menghasilkan. “Eksekusinya pada saat ini kurang baik, sehingga ketika proyek selesai pabriknya malah rugi dan mau tidak mau ditutup lagi. Akhirnya keputusan ini menyisakan utang yang luar biasa,” ujarnya di Jakarta, Jumat, 14 November. Febriany menjelaskan proyek blast furnace awalnya memang dirancang untuk memperkuat posisi Krakatau Steel di industri baja nasional dengan masuk lebih dalam ke lini hulu. Namun, kegagalan eksekusi membuat fasilitas tersebut tidak berjalan dengan baik. Sekadar informasi, blast furnace atau tanur tinggi merupakan teknologi pengolahan pasir besi dengan batu bara untuk menghasilkan produk baja setengah jadi berupa billet, slab, dan beam blank. Proyek blast furnace dimulai pada 9 Juli 2012 dan dikerjakan oleh konsorsium PT Krakatau Engineering serta perusahaan asing Capital Engineering and Research Incorporation Limited (MCC-CERI). Total nilai kontrak MCC-CERI sendiri mencapai 334,9 juta dolar AS dan Rp1,81 triliun bagi Krakatau Engineering. Dari total investasi itu, 28 persen dibiayai kas internal KRAS, sementara sisanya ditopang pinjaman bank. Lonjakan utang Krakatau Steel terlihat jelas pada laporan keuangan per September 2025. Perusahaan ini menanggung pinjaman jangka panjang ke perbankan tercatat sebesar 1,91 miliar dolar AS atau sekitar Rp19,91 triliun.Akibat tekanan utang, Febriany mengatakan Krakatau Steel kini kesulitan mendapatkan akses kredit, bahkan untuk kebutuhan modal kerja sekalipun.Pembelian bahan baku harus dilakukan dengan skema pembiayaan berbunga tinggi.Febriany bilang, situasi perusahaan turut diperburuk oleh insiden kebakaran fasilitas hot strip mill (HSM) dalam dua tahun terakhir yang memaksa penurunan tingkat produksi secara drastis.“Akhirnya dengan segala keterbatasannya, saat ini mereka (Krakatau Steel) beroperasi hanya sepertiga dari kapasitasnya,” tutur Febriany.