Caption: Direktur Pengembangan Usaha Inalum Arif Haendra. (Foto: Theresia Agatha/VOI)BOGOR - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) mengakui, kebutuhan aluminium nasional masih sangat bergantung pada pasokan impor yang mencapai lebih dari 50 persen sejak 2018 hingga 2024. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pengembangan Usaha Inalum Arif Haendra dalam Media Gathering Forum Wartawan Industri (Forwin) di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat, 14 November. "Sejak 2018 hingga 2024, kebutuhan aluminium nasional masih sangat bergantung pada pasokan impor yang mencapai 54 persen, sementara kontribusi Inalum baru berada di level 46 persen," ujar dia. Menurut Arif, ketergantungan itu tidak ideal, terutama karena aluminium merupakan bahan baku strategis untuk berbagai sektor industri masa depan. Karena itu, hilirisasi mineral bauksit tidak lagi sekadar program industri, tetapi merupakan langkah strategis untuk menjaga ketahanan bahan baku nasional. "Dengan proyeksi lonjakan konsumsi begitu besar, Indonesia membutuhkan percepatan pembangunan fasilitas Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) serta smelter aluminium baru," katanya. Dia menjelaskan, industri aluminium berjalan melalui rantai produksi sangat terintegrasi. Untuk menghasilkan 1 ton aluminium, dibutuhkan sekitar 6 ton bauksit untuk diolah menjadi 2 ton alumina, sebelum melalui proses elektrolisis di smelter. Tahapan itu membuat investasi hulu dan hilir harus berjalan paralel dan terencana. "Inilah sebabnya Inalum menempatkan pengembangan SGAR tahap 1 dan 2, serta pembangunan smelter baru dan ekspansi potline sebagai agenda prioritas perusahaan," tuturnya. Dalam lima tahun mendatang, Inalum menargetkan peningkatan kapasitas produksi aluminium menjadi 900.000 ton per tahun. Pada saat sama, produksi alumina ditargetkan mencapai dua juta ton pada 2029.Ekspansi itu mencakup pembangunan Potline-4 dengan kapasitas awal 100.000 ton (dengan opsi perluasan hingga 200.000 ton) serta revamping fasilitas produksi lama (PL1 & PL3) yang akan menambah kapasitas sekitar 45.000 ton."Ekspansi ini bukan sekadar peningkatan volume, tetapi membangun fondasi bagi industrial estate aluminium terintegrasi, kompetitif dan berkelanjutan. Ini akan memperkuat kemampuan Indonesia untuk memasok kebutuhan nasional sekaligus menjadi pemain penting di pasar aluminium global," jelas dia.