Adat Bali dan Peran Polisi Adat dalam Menjaga Keharmonisan Masyarakat

Wait 5 sec.

sumber : ilustrasi penulisBali dikenal di seluruh dunia bukan hanya karena panorama alamnya, tetapi juga karena kearifan lokal dan adat istiadat yang masih dipegang kuat oleh masyarakatnya. Di tengah derasnya arus pariwisata dan perkembangan teknologi, Bali tetap mampu menjaga harmoni melalui sistem adat yang terstruktur. Hal ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang berpegang pada filosofi Tri Hita Karana, yaitu keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Filosofi inilah yang menjadi landasan setiap keputusan adat yang dibicarakan dalam paruman atau musyawarah desa adat.Dalam menjaga ketertiban masyarakat dan kegiatan adat, Bali memiliki pecalang, yang sering disebut sebagai polisi adat. Pecalang bukan aparat pemerintah seperti kepolisian, melainkan petugas keamanan adat yang dipilih langsung oleh masyarakat desa adat. Tugas mereka sangat beragam, mulai dari mengatur lalu lintas, mengamankan jalannya upacara adat, hingga melakukan pengawasan terhadap orang atau aktivitas yang masuk ke wilayah adat. Meskipun bekerja dalam ranah adat, pecalang sering berkolaborasi dengan kepolisian negara (Polri), terutama ketika ada hal yang menyangkut peraturan hukum formal. Kolaborasi ini menciptakan harmoni antara adat dan negara.Peran pecalang sangat terlihat pada Hari Raya Nyepi, yang menjadi salah satu momen paling unik di dunia. Selama 24 jam penuh, Bali berhenti total dari segala aktivitas. Tidak ada kendaraan melintas, tidak ada suara bising, tidak ada hiburan, bahkan lampu luar rumah dimatikan. Semua ini dijalankan berdasarkan prinsip Catur Brata Penyepian, yaitu amati geni (tidak menyalakan api atau cahaya terang), amati karya (tidak bekerja), amati lelungaan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang atau melakukan hiburan). Pada saat itulah pecalang melakukan patroli keliling untuk memastikan seluruh aktivitas masyarakat berhenti sesuai aturan adat.Meskipun seluruh aktivitas berhenti, ada beberapa pengecualian demi kepentingan kemanusiaan. Rumah sakit tertentu tetap beroperasi, tetapi hanya tenaga medis dasar seperti dokter umum dan tim yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Kebun binatang atau fasilitas yang menangani hewan juga diperbolehkan tetap bekerja karena satwa tetap membutuhkan makan dan perawatan harian. Namun, pengecualian ini tetap berada dalam pengawasan pecalang untuk memastikan tidak terjadi aktivitas yang melebihi batas kebutuhan darurat.Apabila terjadi kondisi darurat yang memerlukan penanganan dokter spesialis atau tindakan medis tertentu yang berada di luar jadwal tenaga medis yang bertugas, maka prosedurnya berbeda. Pasien atau pihak keluarga harus melapor terlebih dahulu kepada pecalang. Pecalang akan mengkoordinasikan akses keluar, dan pasien akan didampingi oleh pecalang sebagai polisi adat. Jika situasi membutuhkan koordinasi lebih lanjut, pecalang akan berkomunikasi dengan aparat kepolisian atau pihak rumah sakit. Mekanisme ini bukan untuk membatasi, tetapi memastikan bahwa ketertiban Nyepi tetap terjaga tanpa mengabaikan kemanusiaan.Uniknya, meskipun tidak memiliki atribut hukum seperti polisi negara, pecalang dihormati oleh masyarakat dan juga oleh wisatawan. Wisatawan yang berada di hotel pada saat Nyepi juga diwajibkan mengikuti aturan yakni tetap di dalam area hotel, tidak keluar ke jalanan umum, dan membatasi aktivitas cahaya di kamar. Hotel boleh beroperasi, tetapi suasananya tetap gelap dan tenang. Pecalang mendatangi hotel hanya jika ada pelanggaran atau laporan, dan komunikasi selalu dilakukan dengan cara yang baik. Pecalang bukan menegakkan aturan dengan ketakutan, tetapi dengan kedekatan dan kewibawaan.Keberadaan pecalang menjadi bukti bahwa Bali berhasil mempertahankan adat sebagai sistem sosial yang hidup. Mereka bekerja bukan karena kekuasaan, tetapi karena kepercayaan masyarakat. Pecalang mencerminkan struktur adat yang tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menjadi bagian dari sistem keamanan sosial di era modern. Bali menunjukkan bahwa kemajuan tidak harus menghilangkan akar budaya. Justru, tradisi dan kearifan lokal menjadi fondasi yang menjaga Bali tetap berbeda, istimewa, dan dikenal sebagai pulau dengan identitas kuat.Di balik semua peran besar itu, muncul pertanyaan sederhana namun penting yaitu dari mana pecalang mendapatkan gaji atau biaya operasional mereka? Pecalang bukan profesi formal dengan gaji bulanan seperti polisi negara. Mereka tidak menerima gaji dari APBN. Pendanaan pecalang bersumber dari beberapa hal: dana desa adat (dana krama desa), kas desa adat hasil kontribusi warga, dana dari kegiatan adat atau upacara, serta dukungan dari pemerintah daerah pada momen tertentu seperti Nyepi, G20, atau event besar lainnya. Ada juga bentuk insentif adat yang tidak selalu berupa uang, tetapi berupa konsumsi, bantuan logistik, bahkan dukungan sosial dari masyarakat. Pecalang bekerja bukan karena gaji, melainkan karena kehormatan dan tanggung jawab budaya. Ada kebanggaan tersendiri ketika dipilih menjadi pecalang, karena itu berarti dipercaya oleh adat.Di era ketika banyak profesi ukurannya adalah imbalan materi, pecalang justru hadir sebagai simbol bahwa ada pekerjaan yang dijalankan oleh nilai dan pengabdian. Ketika seluruh Bali hening, ketika tidak ada kendaraan bermotor, ketika hanya suara angin dan ombak yang terdengar, pecalang adalah penjaga kesunyian itu. Mereka menjaga adat, tetapi adat jugalah yang menjaga martabat merekaBali tidak hanya berkembang, tetapi tumbuh dengan nilai dan jati dirinya. Dan pecalang adalah salah satu simbol nyata bahwa adat bukan sekadar masa lalu, melainkan kekuatan masa kini.