“Gimana kalau rumah itu ternyata bukanlah sebuah bangunan, tapi cerita-cerita yang bikin kita jadi nggak merasa sendiri?”Pernah kepikiran nggak, kalau rumah sebenarnya lebih dari sekadar tempat kita pulang? barangkali selama ini, kita lebih sering menganggap rumah hanya muncul sebagai bangunan fisik, alamat di peta, atau orang-orang tersayang yang menunggu di balik pintu. 🏠💁♀️Padahal, definisi rumah bisa jauh lebih luas dan personal daripada itu.Nah, lewat This is What Home Could Feel Like, Anizabella Lesmana mengajak kita melihat rumah dari sudut pandang yang jarang dikemukakan. Ia menyingkap bahwa rumah bisa hadir lewat benda-benda kecil di sekitar kita. Benda rumah tangga yang diam-diam menyimpan cerita, menghangatkan hari, atau mengingatkan bahwa kita nggak sepenuhnya sendirian. Dari hal-hal sederhana itu, tercipta rasa pulang yang sering tidak kita sadari.Kira-kira cerita seperti apa ya yang bakalan hadir dalam buku ini? Yuk, kita bahas bareng-bareng dalam artikel ini! 🚀✨This is What This Book Could Feel Like!Temukan Di Sini!This is What Home Could Feel Like hadir dengan serangkaian cerita pendek karya Anizabella Lesmana. Setiap narasinya diolah sebagai sajian yang menawarkan pengalaman membaca yang unik. Alih-alih memakai tokoh manusia sebagai narator utama, Bella memilih benda-benda di dalam rumah untuk menyampaikan kisahnya. Ini bukan saja membuat setiap halamannya terasa segar, tapi juga akan terasa penuh kejutan. 🎊🙀Dari cerita-cerita itu, buku ini mengajak kita melihat bahwa rumah ternyata hadir tak cuma sebagai ruang fisik, tapi juga kumpulan pengalaman yang tertanam pada benda-benda sederhana. Setiap bab terasa seperti membuka pintu baru untuk memahami arti pulang.Bayangkan sofa yang menyimpan rahasia patah hati, jendela yang tahu siapa saja yang pernah datang dan pergi, atau dinding yang diam-diam mendengarkan banyak perasaan yang tak pernah terucap. Bahkan kursi pun bisa jadi saksi bisu yang selalu menopang, tanpa pernah bertanya. Semua itu dihidupkan Bella dengan cara yang hangat dan imajinatif.Dari cerita-cerita itulah, buku ini mengajak kita melihat bahwa rumah ternyata hadir tak cuma sebagai ruang, tapi juga kumpulan pengalaman yang terkadang justru tertanam pada benda-benda sederhana. Setiap bab terasa seperti membuka pintu baru untuk memahami arti pulang.Baca juga: Perihal Lupus, Penyakit Penuh Teka-Teki yang Kerap Datang Tanpa Disadari, Simak Memoar Penyintasnya!Memaknai Rumah Lewat Benda-benda di Dalamnya!Salah satu kekuatan tulisan Bella adalah kemampuannya memadukan kedekatan emosional dengan fantasi yang lembut. Ia menyorot sudut pandang biasa kita jumpai, tapi jarang kita maknai. Tulisannya menyorot dari kacamata lampu, jendela, dan perabotan rumah tangga lainnya, yang membuat setiap cerita terasa seperti bisikan kecil yang selama ini tak kita dengar. Cara ini membuat pembaca punya kesempatan untuk melihat hal sehari-hari dari kacamata baru.Lewat pilihan narator yang unik ini, Bella mengajak kita untuk berhenti sejenak dan memperhatikan apa yang selama ini ada di sekitar. Benda-benda yang tampak diam namun memperhatikan. Benda yang seolah tak bergerak, tapi ternyata punya banyak cerita: tentang kehadiran, kehilangan, keramaian, atau bahkan keheningan yang sering kita abaikan. Membaca buku ini terasa seperti membuka percakapan lama yang kita lupa pernah ada.Melalui setiap ceritanya, This is What Home Could Feel Like barangkali akan membuat kamu tersadar bahwa rumah tidak selalu harus spektakuler. Kadang, rumah hadir melalui benda sederhana yang menemani kita bertahun-tahun, atau melalui cerita kecil yang membuat hati terasa lebih penuh. Dan lewat buku ini, Bella membantu kita menemukannya kembali. 🤗🗽Baca Artikel Lainnya di Sini!Mari Berkenalan dengan Anizabella Lesmana!Anizabella Lesmana atau yang akrab dipanggil Bella adalah penulis, marketer, dan seorang pencerita. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan buku catatan berisi kisah berbalut magis. Dari sana, tulisannya berkembang ke blog Belle Parole dan Instagram lewat tagar #ProsebyBella, tempat ia berbagi kepingan dunia dan imajinasinya yang senantiasa mengalir. Kecintaannya pada membaca, mulai dari dongeng sebelum tidur bersama sang ibu hingga kebiasaannya menenteng novel ke mana pun, menjadi fondasi gaya menulisnya yang sarat dengan rasa ingin tahu. Konon, saat sedang tak menulis, Bella juga tetap berkutat dengan cerita. Hanya saja, media yang ia gunakan berbeda.Sebelum menerbitkan buku pertamanya, ia menjalankan kariernya sebagai marketing strategist dan pernah menggarap kampanye besar untuk brand teknologi dan FMCG. Bersama suaminya, Ryan Adriandhy, yang merupakan seorang ilustrator, komika, dan pembuat film animasi, Bella juga menjalankan “Literasi (Literatur Suami Istri)”, proyek berbagi buku, ulasan, dan storytelling yang lahir dari hobi membaca mereka. Buku perdananya ini adalah hasil dari perjalanan panjang catatan-catatan kecil yang akhirnya menemukan tempatnya.Saat ini, Bella tinggal di Jakarta bersama Ryan, membangun rumah, rutinitas, dan tentu saja, deretan cerita baru yang terus tumbuh bersama mereka. View this post on Instagram A post shared by Anizabella Lesmana (@anizabell93)Dapatkan Sensasi Lain Rumah itu, Sikat Juga Bonusnya!Nah, kalau kamu tertarik untuk memaknai ulang rumah melalui sudut pandang yang kerap tak terhiraukan, kamu bisa mendapatkan buku This is What Home Could Feel Like dengan penawaran spesial di Gramedia!Dengan harga Rp145.000 kamu berhak meminang bukunya, sekaligus mendapatkan bonus berupa Tanda Tangan Penulis dan Sticker spesial!So, jangan sampai kelewatan ya, Grameds. Promonya hanya berlangsung selama tanggal 10-17 November 2025 aja!Pre Order Di Sini!Buku untuk Memaknai Hal Kecil Lainnya!Kalau kamu suka memaknai hal-hal kecil lewat This is What Home Could Feel Like, koleksi buku berikut ini juga akan mengajarkanmu cara melihat rumah, cinta, dan kehidupan sehari-hari dari perspektif yang lebih dalam.1. Life as I Know It – EmteTemukan Di Sini!Kesendirian sering dianggap menyedihkan, padahal bisa jadi justru membebaskan. Inilah yang ditawarkan Life as I Know It, karya ilustrator berbakat Emte. Buku ini penuh dengan ilustrasi berwarna yang indah, tanpa teks, tapi sarat makna.Melalui visualnya, Emte mengajak pembaca untuk merayakan momen-momen sederhana saat sendirian. Menyusuri kota baru, makan sendirian di restoran, atau menonton film tanpa harus peduli komentar orang lain. Semua aktivitas itu ditampilkan sebagai pengalaman personal yang membahagiakan, bukan sesuatu yang harus dihindari.Dengan gaya artistiknya, Emte menunjukkan bahwa kesendirian bisa menjadi ruang untuk lebih dekat dengan diri sendiri. Life as I Know It adalah buku yang ringan, estetis, tapi tetap menyimpan pesan kuat: tidak apa-apa sendirian, karena di dalamnya kita bisa menemukan kebebasan.2. A Gentle Reminder – Bianca SparacinoTemukan Di Sini!Buku A Gentle Reminder karya Bianca Sparacino adalah buku puisi dan prosa singkat yang mengingatkan pembaca untuk tidak mudah menyerah dan kalah dengan keadaan. Perubahan yang terjadi, baik dari dalam diri maupun orang lain, merupakan perjalanan hidup yang harus kita lalui sebagai manusia. Sparacino membalut kata demi kata dengan gaya bahasa yang lembut dan tegas. Buku ini mengangkat beberapa topik utama, seperti percintaan, pengembangan diri, dan penguasaan diri.3. Waktu yang Tepat untuk Melupakan Waktu – M. Aan MansyurTemukan Di Sini!Waktu yang Tepat untuk Melupakan Waktu adalah kumpulan puisi karya M. Aan Mansyur yang mengajak pembaca merenungi imajinasi hidup bersama. Di dalamnya, Aan menggali pertanyaan-pertanyaan tentang “kita” dalam spektrum yang lebih luas. Tak cuma soal manusia, tapi juga dunia, alam, dan segala sesuatu yang hidup berdampingan. Puisi-puisi ini menyoroti kehilangan, perubahan, dan jarak yang terbentuk di antara berbagai bentuk kehidupan, seraya mengingatkan bahwa manusia hanyalah satu bagian kecil dari keseluruhan itu.Sebagaimana karya Aan sebelumnya, pilihan katanya tetap hidup, cerdas, dan sering kali menyentuh titik-titik renungan terdalam. Dalam buku ini, ia berkolaborasi dengan Wulang Sunu yang menafsirkan puisi-puisinya secara visual, menghadirkan pengalaman membaca yang lebih kaya. Aan sempat menyinggung metafora gajah—makhluk besar yang sulit menghindar dari moncong senjata—sebagai gambaran kesedihan dan kerentanan yang muncul dalam puisi-puisinya.Pertanyaan-pertanyaan seperti “Apakah kita adalah kata benda atau kata kerja?” menegaskan kedalaman tema yang digarap. Perihal keberadaan, pergerakan, dan upaya bertahan di tengah dunia yang terus berubah.4. Sisi Tergelap Surga – Brian KhrisnaTemukan Di Sini!Jakarta kerap menjadi pelabuhan bagi mereka yang datang membawa sekoper harapan. Mereka yang siap bertaruh dengan nasibnya sendiri-sendiri. Namun, kota ini selalu mampu melumat habis harapan dan menukarnya dengan keputusasaan. Pemulung, pengamen, pramuria yang menjajakan tubuh agar anaknya bisa makan, pemimpin-pemimpin kecil yang culas, lelaki tua di balik kostum badut ayam, pencuri motor yang ingin membeli obat untuk ibunya, remaja yang melumuri tubuh dengan cat perak, hingga mereka yang bergelut di terminal setelah terpaksa merelakan impiannya habis digerus kejamnya ibu kota. Di Jakarta, semua orang dipaksa bergelut dan bertempur demi bisa hidup dari hari ke hari. Dan di kampung inilah semua itu dimulai. Sebuah cerita tentang kehidupan orang-orang yang hidup di sisi tergelap surga kota bernama Jakarta.Buku ini kubuat apa adanya, menggambarkan apa yang pernah kulihat, beberapa yang pernah kualami, dan pengalaman-pengalaman teman seperjuangan yang sekarang sudah entah di mana. Kuharap buku ini bisa menjadi sebuah jendela bagi kita untuk melihat kehidupan yang lain namun dekat. Sebuah cerita fiksi tentang bagaimana hebatnya kemampuan manusia untuk tetap bertahan hidup, apa pun situasinya.5. Masih Ingatkah Kau Jalan Pulang – Sapardi Djoko Damono, Rintik SeduTemukan Di Sini!Masih Ingatkah Kau Jalan Pulang mengajak pembaca menyusuri makna pulang melalui pertanyaan-pertanyaan yang lembut namun menggugah. Sapardi Djoko Damono bersama Rintik Sedu merangkai kata-kata yang membuat kita bertanya pada diri sendiri, apakah pergi selalu menuntun kita kembali? Apakah pulang hanya muncul ketika kita sempat tersesat? Atau sebenarnya, pulang adalah perasaan yang terus mengikuti langkah kita, bahkan di tengah langit yang warnanya berubah-ubah?Dalam alur yang tenang dan penuh renungan, buku ini mengajak kita merenungi hubungan kita dengan rumah, ingatan, dan perjalanan hidup yang tak selalu lurus. Setiap kalimat seperti mengantar pembaca pada ruang hening, tempat kita bisa menatap ulang apa yang pernah ditinggalkan dan yang ingin dicari kembali. Membacanya terasa seperti perjalanan pulang yang pelan-pelan menemukan bentuknya sendiri.In the end…This is What Home Could Feel Like memadukan kedekatan dan imajinasi lewat sudut pandang yang unik, seolah-olah seperti gajah di pelupuk mata. Sangat dekat, tapi sering luput dari perhatian. Buku ini mengajakmu mengenali rumah lewat hal-hal kecil yang selama ini mungkin hanya kamu lihat sekilas. 🛌😴Melalui kehangatannya, kamu akan diajak membayangkan bagaimana rasanya jika kursi yang setiap hari kamu duduki bisa berbagi pendapat tentang rumah. Atau bagaimana jendela yang selalu memantulkan langkah-langkah yang lalu-lalang itu bisa menyimpan cerita tentang siapa saja yang datang dan pergi. Setiap benda menjadi saksi, setiap sudut menjadi pengingat bahwa rumah punya banyak cara untuk bercerita.Kalau kamu penasaran ingin merasakan kehangatan itu lebih dalam, sekarang adalah waktu yang paling pas untuk menarik bukunya ke genggamanmu. Segera dapatkan selama masa pre-order berlangsung, ya. Jangan sampai ketinggalan! Siapa tahu, cerita tentang rumah yang kamu cari ternyata ada di dalamnya. 🏠💛Pre Order Di Sini!Baca juga: Ada yang Aneh di Apotek Seberang! Siap Bongkar Misterinya Bareng Suspicious Oriental Medicine Clinic?✨ Oya, jangan lupa juga buat dapetin penawaran spesial lainnya dari Gramedia! Cek promonya di bawah ini agar belanja kamu jadi lebih hemat! ⤵️Temukan Semua Promo Spesial di Sini!