Ilustrasi pesawat Garuda Indonesia dan pesawat Citilink. Foto: aiyoshi597/ShutterstockDanantara Indonesia menargetkan seluruh pesawat PT Garuda Indonesia (Persero), termasuk milik PT Citilink Indonesia, yang belum layak terbang karena sempat berhenti beroperasi sementara (grounded) bisa kembali mengudara pada tahun 2026.Managing Director Non-financial Holding Operasional Danantara, Febriany Eddy, mengatakan suntikan modal untuk Garuda Indonesia mayoritas digunakan untuk perawatan alias maintenance armada.Pertama, Danantara menginjeksi dana kepada Garuda Indonesia Group melalui skema shareholder loan (SHL) setara Rp 6,65 triliun untuk mendanai kebutuhan maintenance, repair and overhaul (MRO).Kemudian, Danantara kembali menambah modal perusahaan sebesar Rp 23,67 triliun melalui mekanisme Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD), terdiri atas setoran tunai Rp 17,02 triliun dan konversi utang pemegang saham Rp 6,65 triliun."Dari angka yang besar yang kita masukkan ke Garuda, sebagian besar adalah untuk maintenance, perawatan, karena Garuda saat ini punya banyak sekali pesawat yang grounded, tidak bisa terbang karena mereka belum melakukan maintenance yang diperlukan," jelasnya saat Coffee Morning Danantara, Jumat (14/11).Febriany mengatakan, banyaknya pesawat yang grounded menjadi pukulan ganda bagi maskapai. Selain tidak mendapatkan pendapatan karena berkurangnya armada, maskapai tetap harus membayar sewa kepada lessor."Pesawat grounded di airlines itu dia double hit, karena dia grounded, dia tidak punya revenue, tidak ada pendapatan karena dia tidak bisa terbangkan. Di satu sisi, sewa pesawatnya jalan terus, fixed cost-nya jalan terus. Jadi setiap hari kita men-delay, maka semakin besar lubang yang harus ditutup," katanya.Dengan demikian, suntikan modal dari Danantara menjadi sangat mendesak. Dia menargetkan seluruh pesawat Garuda Indonesia dan Citilink dapat return to service (RTS) alias terbang kembali pada tahun depan."Jadi prioritas pertama itu RTS. Return to Service. Target kita adalah tahun depan itu semua yang sudah grounded aircraft itu, yang hari ini grounded aircraft semua bisa terbang. Tentu dia gradual ya," jelas Febriany.Managing Director Non-financial Holding Operasional Danantara, Febriany Eddy, saat Coffee Morning Danantara, Jumat (14/11/2025). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparanMeski tidak menjelaskan dengan rinci, Febriany menyebutkan jumlah armadanya mencapai puluhan, mayoritas dimiliki oleh Citilink. Meskipun Indoneia memiliki bengkel pesawat, kondisi ini terjadi lantaran pasokan suku cadang pesawat masih langka di seluruh dunia, sehingga harus bersaing dengan maskapai lain."Kalau angka pastinya saya tidak tahu ya, nanti kita bisa cek ya. Puluhan, yang jelas puluhan Garuda dan Citilink. Mostly Citilink, kalau Garuda kayaknya enggak terlalu. Nah ini adalah sesuatu prioritas pertama," imbuhnya.Selain dari sisi ketersediaan armada, transformasi Garuda Indonesia juga dilakukan dari sisi pelayanan termasuk dari rute penerbangan. Febriany menekankan bahwa perusahaan harus memprioritaskan rute yang menguntungkan.Pasalnya, mengutip data International Air Transport Association (IATA), keuntungan industri penerbangan sangat tipis yakni hanya berkisar USD 2-7 per kursi. Oleh karena itu, menurutnya, setiap Rupiah yang dihasilkan sangat berarti."Makanya itu setelah dia return to service tentu paralel harus dikerjakan, kalau dia terbang ya terbang rute kemana? Rute yang profitable harus lebih banyak pastinya, harus mendominasi dan meningkat," kata Febriany.