Masyarakat adat tiba di Kamp Masyarakat Adat pada hari upacara pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30), di Belem, Brasil, Senin (10/11/2025) waktu setempat. Foto: Anderson Coelho/REUTERSRatusan suku asli Hutan Amazon meninggalkan rumah mereka untuk melakukan protes pada pertemuan tingkat tinggi antarnegara di dunia soal lingkungan, KTT COP30, yang berlangsung di Amazon City, Belem, Brasil. Mereka datang menuntut kepada para pemimpin dunia agar menghentikan eksploitasi alam berkepanjangan di pedalaman Hutan Amazon.Al-Jazeera melaporkan sebagian dari orang suku asli Amazon itu ada yang datang ke lokasi konferensi dengan bergabung rombongan kapal-kapal atau flotilla.Kapal-kapal itu membawa gabungan aktivis lingkungan dan berbagai masyarakat pribumi di Amerika Latin yang berangkat dari kawasan Pegunungan Andes ke Belém. Mereka tiba sehari sebelum hari pertama pertemuan tingkat tinggi itu dimulai pada Senin, 10 November lalu.Bersama dengan aktivis lingkungan lainnya, masyarakat Hutan Amazon melakukan protes pada hari kedua KTT COP30. Mereka melakukan long march menuju titik lokasi.Banyak tuntutan yang dibawa dalam protes tersebut, termasuk kekecewaan atas keputusan Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, yang secara terbuka mendukung proyek pengeboran kontroversial yang dimulai sejak Oktober."Saya ingin (minyak) itu dieksplorasi. Namun sebelum eksplorasi, kita perlu meneliti dan melihat apakah ada minyak dan berapa banyak minyak yang ada," kata Lula, mengutip AP.Masyarakat adat menari saat tiba di Kamp Masyarakat Adat pada hari upacara pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) di Belem, Brasil, Senin (10/11/2025) waktu setempat. Foto: Anderson Coelho/REUTERSSalah satu tokoh masyarakat adat Amazon adalah Raoni Metuktire, pemimpin suku Kayapo yang berusia 90-an tahun. Ia mengatakan akan menasehati Lula hingga mau mendengarkan tuntutannya."Saya akan membuat janji dengannya, dan, jika perlu, saya akan menasihatinya agar dia mau mendengarkan saya," kata Raoni mengutip AFP.Tak hanya soal pengeboran, masyarakat adat Hutan Amazon juga memprotes rencana pemerintah Brasil soal jalur kereta api Ferrograo, sebuah proyek sepanjang hampir 1.000 kilometer untuk mengangkut biji-bijian melintasi Brasil, termasuk melalui Amazon, dan deforestasi yang tak kunjung berhenti.Sejak Lula mulai menjabat, deforestasi di Hutan Amazon disebut berkurang bila dibandingankan saat masa kepemimpinan sebelumnya Jair Bolsonaro. Namun, ia tercatat beberapa kali menyatakan bahwa dunia belum siap untuk meninggalkan bahan bakar fosil dan berniat mengekspansi produksi minyak Brasil.Protes damai itu pun sempat berubah menjadi aksi baku hantam, usai massa bentrok dengan petugas keamanan yang berjaga di tempat pertemuan. Mereka menerobos penghalang keamanan di pintu masuk utama ruang konferensi di Belem. Kerusakan kecil dan 2 petugas keamanan mengalami luka-luka akibat bentorkan itu."Luka ringan pada dua staf keamanan, dan kerusakan kecil pada tempat acara," kata seorang juru bicara untuk Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).Eldo Shanenawa berpose saat masyarakat adat tiba di Kamp Masyarakat Adat pada hari upacara pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30), di Belem, Brasil, Senin (10/11/2025) waktu setempat. Foto: Anderson Coelho/REUTERSInsiden ini merupakan upaya putus asa atas eksploitasi yang terjadi di Hutan Amazon. Terlepas, perwakilan masyarakat adat Amazon juga diundang dalam forum pertemuan itu."Itu adalah upaya untuk menarik perhatian pemerintah dan PBB yang ada di ruangan ini," kata Auricelia, seorang anggota komunitas Arapiun di negara bagian Para, Amazon Brasil, tempat kota tuan rumah KTT.Pemerintah global dinyatakan gagal dalam memenuhi target yang dipasang pada KTT sebelumnya, COP29. Negera-negara di dunia dinilai gagal membatasi pemanasan di bawah 1,5 derajat Celsius yang kini mengancam titik kritis.Bahkan pada bulan lalu, para ilmuwan sempat memperingatkan dengan suhu yang diprediksi akan melampaui ambang batas tersebut sekitar tahun 2030, Hutan Amazon terancam mati dan berubah menjadi sabana.Di tengah ancaman ini, muncul kekecewaan dari komunitas lokal. "Mereka (pemerintah Brasil) sama sekali tidak peduli dengan Tapajós Bawah," kata Margareth dari komunitas Maytapu, salah satu suku di Hutan Amazon."Mereka menuduh kami menentang pemerintah, padahal sebaliknya, kami membutuhkan pemerintah yang jujur dan mau membersamai kami dalam perjuangan ini."