Ilustrasi Foto: AntaraJAKARTA – Dalam sepuluh tahun terakhir, lebih dari 1,1 juta rekening perbankan terdeteksi terhubung dengan aktivitas aliran dana perjudian online. Nilainya fantastis, melebihi Rp300 triliun.Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menegaskan bahwa masalah utama bukan pada lemahnya regulasi, tetapi lemahnya implementasi di lapangan.“Aturannya sudah jelas, mulai dari UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, KUHP, sampai peraturan OJK. Namun praktiknya, masih banyak rekening bank dipakai menampung uang judi,” ujar Iskandar kepada wartawan Sabtu, 16 Agustus 2025.Menurutnya, pola penyalahgunaan rekening melibatkan identitas palsu, rekening pinjaman, hingga rekening dormant (tidak aktif) yang tiba-tiba diaktifkan kembali.“Sebanyak 23 persen rekening perjudian berasal dari rekening dormant. Bahkan ada lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah yang tidak pernah diaudit selama lebih dari tiga tahun,” ungkapnya.Iskandar menjelaskan, modus perputaran dana judi umumnya melalui tiga tahap: pertama, pemain mentransfer dana ke rekening penampung; kedua, uang dialirkan ke rekening pengepul; dan terakhir, dana ditransfer ke bandar, diubah ke aset legal, atau dipindahkan ke luar negeri.Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus “Itu jelas skema pencucian uang, dan bank wajib menghentikan,” katanya.Bagi Iskandar, tanggung jawab hukum perbankan sangat jelas.“Pasal 10 UU TPPU mewajibkan bank memblokir rekening yang terindikasi pencucian uang. Kalau bank membiarkan, itu bisa masuk kategori kelalaian yang disengaja. Pertanyaannya, apakah kinerja pemblokiran ini pernah dipublikasikan ke publik?” ucapnya.Tak hanya hukum, tanggung jawab moral juga dipertaruhkan.“Bank adalah lembaga yang memegang amanah publik. Ketika rekeningnya dipakai untuk judi, maka bank gagal menjadi benteng keamanan finansial. Itu sama saja mengkhianati kepercayaan masyarakat,” tegasnya.Iskandar juga menyoroti lemahnya koordinasi antar lembaga negara.“Integrasi data kependudukan, perbankan, dan intelijen keuangan belum berjalan real-time. Padahal PPATK, OJK, dan Bank Indonesia harusnya bisa bangun pusat data terpadu agar pergerakan dana mencurigakan langsung terdeteksi,” katanya.Sebagai langkah strategis, ia menyarankan tiga hal: pertama, pencegahan di hulu dengan verifikasi biometrik wajib untuk semua pembukaan dan aktivasi rekening; kedua, pemutusan di tengah dengan pemblokiran serentak rekening pengepul berdasarkan analisis jaringan; ketiga, penegakan di hilir dengan penerapan ganda antara pidana perjudian dan tindak pidana pencucian uang.“Jika indikator risiko muncul, misalnya rekening dormant tiba-tiba aktif lalu menerima transfer besar, bank harus segera blokir. Kalau satu rekening menerima transfer dari ratusan sumber berbeda, itu tanda kuat pencucian uang. Jangan tunggu lama, harus langsung ditindak,” ujar Iskandar.Ia menambahkan, OJK seharusnya rutin mempublikasikan sanksi kepada bank yang melanggar prinsip anti pencucian uang.“Transparansi itu penting agar publik tahu mana bank yang serius dan mana yang lalai. Kalau tidak, perputaran uang judi online Rp300 triliun akan terus jadi bisnis gelap yang merusak,” pungkasnya.