Pasokan HGBT Dikurangi, Kemenperin Ingatkan Ancaman Daya Saing Industri RI Melemah hingga PHK

Wait 5 sec.

ILUSTRASI DOK VIA ANTARAJAKARTA - Pelaku industri menyoroti persoalan pasokan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang dinilai tidak stabil dan memberatkan mereka.Padahal program ini telah ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) dengan harga sekitar 6,5 dolar AS per MMBTU.HGBT adalah program pemerintah yang memberikan harga gas lebih murah untuk sejumlah industri. Program ini telah berjalan sejak 2020 dan terbukti membantu industri memaksimalkan produksinya.Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengatakan lonjakan harga gas akan memengaruhi harga produk akhir. "Jika bahan baku naik, otomatis harga produk juga naik. Akibatnya, daya saing industri nasional melemah dan kalah bersaing dengan produk dari luar negeri," kata Febri dalam keterangan dikutip Senin, 18 Agustus.Menurut dia, kebijakan pembatasan HGBT bertentangan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam Astacita, yang menekankan kemandirian energi, pangan, hilirisasi industri serta penciptaan lapangan kerja."Pengurangan pasokan ini akan berdampak pada ketersediaan pupuk, yang merupakan komponen strategis bagi ketahanan pangan. Industri oleokimia juga terkena imbasnya, sehingga kebutuhan dalam negeri dapat terganggu," kata dia.Kemenperin menyatakan alasan keterbatasan pasokan gas tidak masuk akal dan sangat mengada-ada."Kalau memang pasokan terbatas, mengapa industri masih bisa membeli gas ketika harganya melonjak hingga 17 dolar AS per MMBTU? Kalau gas harga 6,5 dolar AS pasokannya terbatas. Ini patut dipertanyakan," ujar Febri.Febri menuturkan pembatasan HGBT tidak hanya mengancam kelangsungan produksi, tetapi juga berpotensi menurunkan utilisasi pabrik, bahkan hingga penutupan usaha dan PHK pekerja industri."Lebih dari 100.000 pekerja di sektor penerima manfaat HGBT akan terdampak. Bila industri menurunkan kapasitas atau menutup pabrik, PHK tidak dapat dihindarkan," tegas dia.Dia menilai, gas bumi memiliki peran vital, baik sebagai bahan baku maupun sumber energi dalam proses produksi. industri pupuk, kaca, keramik, baja, oleokimia hingga sarung tangan karet. Meski negara kehilangan sebagian pendapatan dari program HGBT, menurut Febri, nilai tambah yang dihasilkan dari produk hilir jauh lebih besar. "Setiap Rp1 yang hilang di hulu bisa dikompensasi Rp3 dari penciptaan nilai tambah produk hilir industri pengguna HGBT. Karena itu, lebih bijak bila pendapatan negara difokuskan pada pajak produk hilir hasil hilirisasi gas HGBT ini, bukan pada gas di hulu," jelas Febri.Febri optimistis, jika harga HGBT tetap dijaga di level 6,5 dolar AS per MMBTU dengan pasokan stabil, serta penerimaan pajak difokuskan pada produk hilir, nantinya target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen yang dicanangkan Presiden Prabowo bisa tercapai. "Insyaallah dengan kebijakan tepat, target pertumbuhan itu bukan hanya impian, melainkan dapat benar-benar diwujudkan," tuturnya. Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) melaporkan jika saat ini terjadi kondisi penurunan volume gas yang disalurkan pada Agustus 2025 oleh pemasok gas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di hulu migas.Corporate Secretary PGN Fajriyah Usman mengatakan penurunan pasokan ini kemudian berdampak pada pengaliran gas untuk sementara waktu kepada sebagian pelanggan gas PGN di wilayah Jawa Barat.Termasuk, diperkirakan juga berdampak ke industri penerima HGBT."Kondisi ini disebabkan oleh adanya pemeliharaan operasional tak terencana (unplanned) di beberapa pemasok gas serta beberapa rencana tambahan pasokan gas yang masih dalam progres," ujar Fajriyah dalam keterangan resminya, Kamis, 14 Agustus.Fajriyah menerangkan saat ini PGN juga belum mendapatkan tambahan kargo gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) domestik untuk periode Agustus 2025 sebagai sumber alternatif lainnya.