Ilustrasi kenaikan PBB yang dianggap menjadi jalan pintas pemda menambahl APBD. (Foto: Istimewa)JAKARTA – Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai langkah sejumlah pemerintah daerah (pemda) mendongkrak kenaikan tarif pajak merupakan imbas dari efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah pusat. Menurut dia, pemda menganggap cara paling cepat menarik dana untuk tambahan anggaran adalah melalui kenaikan pajak dan retribusi daerah. “Bayangkan APBD di daerah itu habis untuk birokrasi saja, sementara untuk pembangunan mereka sudah banyak kelimpungan. Mencari investasi juga tidak mudah. Akhirnya, ya, mencari cara paling cepat. Ya, itu dengan menaikan pajak,” ujarnya, Minggu 17 Agustus 2025. Trubus mengungkapkan bahwa gelombang protes rakyat seperti yang terjadi di Pati bisa meluas ke berbagai daerah lainnya. Apalagi, persoalan yang dihadapi warga cenderung serupa, yakni dimintai tambahan pajak kondisi perekonomian sedang sulit. “Ini sinyal bahaya buat pemerintah pusat sebenarnya. Apalagi, Bupati Pati itu berasal dari Gerindra, partai yang sama dengan Presiden Prabowo Subianto,” imbuhnya. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi sendiri menepis anggapan bila kenaikan pajak dan retribusi seperti Pajak Bumi Bangunan (PBB) di sejumlah daerah tidak terkait dengan kebijakan pemerintah pusat termasuk efisiensi anggaran. Sebab, semua kebijakan itu merupakan kewenangan masing-masing pemda. “Kenaikan-kenaikan PBB itu kan kebijakan-kebijakan di tingkat kabupaten/kota. Tidak benar bila kenaikan-kenaikan itu sekarang, seolah-olah itu akibat dari proses-proses yang ada di pusat. Tidak. Setiap tahun kan pasti ada daerah-daerah yang memutuskan untuk menaikan PBB,” kilahnya. Sebelumnya, masyarakat Pati melakukan unjuk rasa dan mendesak Bupati Pati Sadewo turun dari jabatannya. Mereka memprotes kebijakan Sadewo yang tiba-tiba mendongkrak nilai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Tak hanya di Pati, kebijakan meningkatkan tarif PBB juga terjadi sejumlah kabupaten dan kota lainnya. Pemkab Jombang bahkan mendongkrak PBB-P2 hingga 1.202 persen.Bupati Jombang Warsubi berdalih kebijakan itu sudah direstui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).Di Kabupaten Semarang, sejumlah warga melaporkan kenaikan drastis tagihan PBB mereka.Pemkab Semarang berdalih kenaikan PBB disebabkan oleh penyesuaian nilai objek pajak berdasarkan lokasi strategis dan adanya perubahan jumlah bangunan di area permukiman warga.Namun, banyak warga memprotes kebijakan yang terkesan sepihak itu.Belum lama ini, aksi protes juga digelar Paguyuban Pelangi Kota Cirebon. Sebagaimana warga Pati, mereka menolak kebijakan kenaikan PBB yang bahkan mencapai 1.000 persen di beberapa wilayah.Menurut mereka, tak adil jika warga Cirebon dibebani kenaikan pajak sebesar itu sementara Bupati Pati sudah membatalkan kenaikan PBB-P2.