Ilustrasi - Karungan beras SPHP. ANTARA/HO-Humas BapanasJAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana menegaskan, kasus dugaan pengoplosan beras kualitas rendah dijadikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dan premium di Riau merugikan petani, konsumen hingga negara."YLKI mendukung untuk pemerintah melakukan investigasi secara komprehensif dari seluruh rantai pasok beras, melakukan penindakan tegas tanpa pandang bulu dan pemberantasan mafia beras yang merugikan negara, petani dan konsumen," kata Niti saat dihubungi, Minggu 27 Juli, disitat Antara.Ia mengatakan, YLKI menuntut adanya transparansi untuk masyarakat dari hasil investigasi dan penindakan tersebut."YLKI akan tetap mengawal kasus ini hingga tuntas. Ini suatu bentuk penipuan dan merugikan bagi negara dengan penyalahgunaan anggaran negara dengan melakukan pengoplosan (beras kualitas rendah menjadi) SPHP," ujar dia.Hal itu merupakan pelanggaran berat hak konsumen, apalagi beras komoditas pangan esensial bagi konsumen, katanya, menegaskan."Jadi ini termasuk dalam hak fundamental konsumen untuk mendapatkan beras yang sesuai," katanya.Dia menyebutkan, ancaman pidana menanti apabila beras yang diproduksi tidak sesuai dengan standar. Hal itu berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun dan denda Rp2 miliar.Lebih lanjut dia mengatakan tindak pengoplosan komoditas tersebut dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran. Konsumen tidak mendapatkan haknya dengan kualitas beras yang tidak sesuai."Pada dasarnya konsumen berhak untuk menuntut ganti rugi secara materil dan immateril ," ujar dia.Niti menyarankan perlunya penguatan sistem pengawasan dari hulu sampai hilir di setiap rantai pasok beras. Pengawasan juga perlu dilakukan secara pre-market, dengan pemeriksaan administrasi, pemeriksaan fisik sarana prasarana dan laboratorium untuk melakukan quality control."Pengawasan 'post market' ketika beras sudah masuk ritel juga harus dijaga kualitas dengan melakukan pengawasan secara berkala," tuturnya.Ia mengatakan peran konsumen juga sangat penting dalam memberantas praktik pengoplosan beras.Menurut dia, konsumen bisa berperan sebagai pengawas, mata, dan telinga dari praktik kecurangan di lapangan serta melaporkan kepada pihak berwenang sebagai bentuk hadirnya masyarakat kritis dan tekanan publik yang kuat sehingga dilakukan penindakan oleh pemerintah."Dalam UU Perlindungan Konsumen lembaga konsumen juga diberikan amanat dan peran untuk melakukan pengawasan bersama dengan pemerintah dan masyarakat terhadap pelindung konsumen," kata Niti.Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengatakan penggerebekan yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak kejahatan yang merugikan konsumen.Ia mengatakan operasi yang dipimpin Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro pada Kamis 24 Juli, mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R.Pertama, pelaku mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject kemudian dikemas ulang menjadi beras SPHP, dan kedua pelaku membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemas ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.“Negara sudah memberikan subsidi, tapi dimanipulasi oknum untuk keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dagang, tapi kejahatan yang merugikan anak-anak kita yang membutuhkan pangan bergizi,” kata Irjen Herry.Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.