“Pesona Kebaya Nusantara: Satu Benang Berjuta Cerita” di momen Car Free Day Solo. (Ist)JAKARTA - Perempuan berkebaya memadati jantung Kota Solo pada Minggu 27 Juli pagi. Bukan sekadar pawai, tapi perayaan hidupnya kembali kebaya sebagai identitas budaya yang lekat dengan jati diri bangsa. Kementerian Kebudayaan bersama Dharma Wanita Persatuan dan Pemkot Surakarta menghadirkan “Pesona Kebaya Nusantara: Satu Benang Berjuta Cerita” di momen Car Free Day (CFD) tersebut. Dari Gedung Wuryaningratan hingga Pasar Triwindu, arak-arakan berkebaya memukau warga. Ada prajurit Kraton, komunitas kebaya, anak-anak, hingga ibu-ibu dari berbagai daerah yang ikut meramaikan. “Setelah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO, kebaya harus terus hidup,” ujar Dirjen Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Restu Gunawan. “Dan hidup itu dimulai dari ruang-ruang publik seperti hari ini,” sambungnya. Restu menyebut pengakuan dari UNESCO baru langkah awal. Menurutnya, pelestarian kebaya hanya bisa dilakukan jika masyarakat, komunitas, dan pemerintah berjalan bersama. “Kebaya bukan benda mati. Ia harus dihidupi lewat kegiatan nyata, dari sanggar, sekolah, hingga kantor,” tegasnya. Di titik akhir parade, panggung budaya menyala. Sruti Respati dan Yuyun George tampil memukau. Ada pula peragaan kebaya dari berbagai daerah, tari tradisional, musik, hingga workshop kain perca dan kuliner khas. Bazar UMKM lokal menambah semarak suasana. Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kementerian Kebudayaan, Katharine Grace Fadli Zon, menyebut pengakuan UNESCO sebagai tonggak penting. “Kebaya adalah cara paling indah mencintai Indonesia,” ucapnya dalam pidato budaya. Wali Kota Solo, Respati Ardi, menegaskan potensi besar kebaya sebagai produk unggulan lokal. “Kita harus membawa kebaya hadir dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekadar untuk acara seremonial,” katanya. Puncak acara ditandai pemukulan kenong bersama oleh Restu, Katharine, dan Respati—simbol harmonisasi antara budaya, pemerintah, dan rakyat. Direktur Pemberdayaan Nilai Budaya dan Pelindungan Hak Kekayaan Intelektual, Yayuk Sri Budi Rahayu, menegaskan pentingnya menyatukan komunitas kebaya. “Inilah momentum mengenalkan dan mewariskan kebaya kepada generasi sekarang,” ujarnya. “Kalau anak-anak kita mengenal seni dan budaya sejak dini, mereka akan tumbuh lebih percaya diri, punya empati dan toleransi,” kata Restu.