PM Inggris Keir Starmer menggantikan pemimpin Partai Konservatif Rishi Sunak yang kalah telak di Pemilu Inggris 2024. (X keir_starmer)JAKARTA - Salah satu partai oposisi kecil di Parlemen Inggris mengancam bakal mengajukan voting di parlemen untuk membahas rancangan undang-undang (RUU) pengakuan negara Palestina jika Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer terus menghalangi tujuan tersebut. PM Inggris berulang kali mengklaim berkomitmen atas pengakuan negara Palestina. Namun, apa yang disampaikannya terkait hal ini selalui bersyarat, salah satunya hal itu terjadi jika bagian dari proses perdamaian di Timur Tengah. Di satu sisi, Palestina telah hancur-lebur oleh invasi dan serangan militer Israel yang terus menganeksasi Tepi Barat. Untuk itu, Partai Nasional Skotlandia (SNP), yang memperjuangkan kemerdekaan Skotlandia, bakal mengajukan "RUU Pengakuan Palestina" saat reses parlemen berakhir tak lama lagi. "Kecuali Keir Starmer berhenti menghalangi pengakuan Inggris atas Palestina, SNP akan mengajukan RUU Pengakuan Palestina ketika Parlemen kembali bersidang pada bulan September dan memaksakan pemungutan suara jika perlu," kata pemimpin SNP Stephen Flynn, di parlemen Inggris, dikutip dari AFP, Minggu 27 Juli. "Keir Starmer harus berhenti membela hal yang tak terbela, akhirnya menemukan keberanian, dan menuntut agar Israel mengakhiri perangnya sekarang juga," tambahnya. Ancaman SNP muncul setelah lebih dari 220 anggota Parlemen Inggris, termasuk puluhan anggota Partai Buruh yang berkuasa dan dipimpin Starmer pada Jumat 25 Juli, mengajukan tuntutan agar Pemerintah Inggris mengikuti jejak Prancis untuk mengakui negara Palestina. Seruan tersebut termaktub dalam surat yang ditandatangani oleh anggota parlemen dari sembilan partai politik Inggris. Seruan yang muncul kurang dari 24 jam setelah Presiden Prancis Prancis, Emmanuel Macron mengatakan negaranya akan secara resmi mengakui negara Palestina dalam pertemuan PBB pada September mendatang. Jika Prancis secara resmi mengakui negara Palestina, Prancis akan menjadi negara G7 pertama — dan negara Eropa paling kuat hingga saat ini — yang mengambil langkah tersebut.