JF3 2025 Hadirkan Tiga Desainer Korea Selatan dengan Visi Berkelanjutan dan Penuh Makna

Wait 5 sec.

Koleksi Busana Korean Designer Re Rhee di JF3 (Foto: VOI/Adelia)JAKARTA – Jakarta Fashion and Food Festival (JF3) 2025 membuka panggungnya bagi tiga desainer visioner asal Korea Selatan yang tak hanya membawa mode ke tingkat estetika, tapi juga menyampaikan narasi mendalam tentang memori, warisan, dan keberlanjutan.Mereka adalah Doucan, RE RHEE, dan REONVE, tiga nama yang menjalin benang merah antara masa lalu dan masa depan melalui potongan busana yang penuh makna.Junebok Rhee, otak kreatif di balik Doucan, menghadirkan koleksi eksperimental yang merekonstruksi kenangan lamanya menjadi bentuk baru yang tak terduga."Koleksi ini mengandung DNA saya. Ia mengandung semua kenangan yang saya sukai. Dalam peragaan ini, memperlihatkan keberanian melalui cetakan khas Doucan, yakni etnik dan megah, bernuansa merah dan emas," ujar Rhee, saat ditemui di Summarecon Mall Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Sabtu, 26 Juli 2025.Hal paling mencuri perhatian adalah penggunaan tassel rambut dari wig bekas sebagai detail dramatis pada jaket cape, tas, bahkan sepatu bot."Tassel rambut yang bergerak dinamis sesuai dengan langkah model membuat peragaan busana Doucan semakin megah dan dramatis,” ungkapnya.Koleksi ini tidak hanya mencerminkan estetika, tetapi juga menjadi manifestasi mode berkelanjutan dengan sentuhan teatrikal khas Doucan.Dalam produksi busana, Doucan pun berkolaborasi dengan tim teknologi simulasi kostum 3D ternama dan menggandeng komposer K-pop Korea yang telah menciptakan musik untuk idola ternama seperti Jay Park dan U-KISS."Ia teman berharga saya. Dia terus menciptakan musik untuk setiap pertunjukan Doucan,” tambah Rhee.Dari panggung yang penuh warna, pertunjukan beralih ke nuansa kontemplatif lewat koleksi RE RHEE bertajuk “This Appearance; Disappearance”. Melalui karya ini, sang desainer, Junebok Rhee, mengeksplorasi kefanaan mode:"Kemegahan masa kini pada akhirnya akan memudar dan hanya menjadi anekdot dalam arus waktu," kata Rhee.Koleksi Busana Korean Designer Doucan di JF3 (Foto: VOI/Adelia)Transparansi material, cetakan buram, dan ruang kosong pada busana menciptakan metafora visual akan lenyapnya memori dan identitas. Siluet yang tampak rapuh, tapi tetap terstruktur, menyiratkan bahwa keindahan sejati terletak pada sesuatu yang tak bertahan lama.“Mode sering kali dikejar untuk menjadi tren, tapi saya lebih ingin menciptakan sesuatu yang memiliki makna jangka panjang,” tegas Rhee.Di balik koleksi ini, ada komitmen kuat pada keberlanjutan, dari penggunaan material ramah lingkungan hingga keputusan untuk tidak menggunakan kulit atau bulu hewan.RE RHEE bekerja sama dengan AHAcollective, studio media Korea yang menerjemahkan filosofi koleksi ke dalam visual simbolik yang memukau.Tak ketinggalan, kolaborasi dengan komposer Super-Changddai dan merek sepatu ELNORE memperkuat pesan tentang kehadiran yang pelan-pelan menghilang.Sementara itu, koleksi bertajuk "Whispers of Heritage" dari REONVE, rumah mode yang didirikan oleh Baek Juhee, menjadi penutup penuh keanggunan dalam peragaan ini.Sebuah ode kepada hanbok dan keindahan tekstil Korea, koleksi ini mencerminkan misinya, yakni menghidupkan kembali estetika tradisional dalam bentuk modern."Selama lebih dari 20 tahun saya mengeksplorasi hanbok untuk memperkenalkan keindahannya kepada dunia," kata Juhee.Koleksi ini memadukan kerah git, lipatan aek-jureum, hingga siluet hanbok yang direinterpretasi dengan teknik modern seperti draping dan patchwork. Tidak hanya busana luar, setiap bagian dalam pun dirancang secara presisi oleh tim internal atelier mereka.Material utama yang digunakan adalah sutra Korea bertekstur, diproduksi dengan metode lokal oleh perusahaan keluarga mereka, Seonyoung Judan."Kami berusaha menciptakan sistem produksi sirkular. Sisa bahan dari proyek hanbok kami diolah ulang menjadi karya dalam REONVE,” jelas Juhee.Setiap potongannya membawa cerita, dari motif minhwa (lukisan rakyat Korea) dalam bordir hingga struktur berpola yang menangkap filosofi hanbok sebagai “pakaian angin dan lengkungan.” Estetikanya mungkin tenang, tapi kekuatannya tak terbantahkan.Masing-masing koleksi yang ditampilkan di JF3 bukan hanya eksplorasi estetika, tetapi juga perjalanan personal, emosional, dan filosofis sang desainer. Ketiganya menunjukkan bahwa mode bisa menjadi alat untuk bercerita, mengenang, bahkan menyembuhkan, baik secara pribadi maupun sosial.Melalui keberanian bereksperimen, kesetiaan pada warisan budaya, dan komitmen terhadap keberlanjutan, JF3 2025 menciptakan ruang di mana budaya Asia bisa berdialog secara global, namun tetap berakar kuat pada jati diri mereka.Ketiga koleksi menampilkan masing-masing 20 tampilan. Sebagian busana tersedia untuk pembelian langsung, dan sebagian lainnya dibuat berdasarkan pesanan (made-to-order). Panggung JF3 menjadi titik temu antara teknologi, warisan, dan eksistensialisme dalam format yang hanya bisa diwujudkan oleh dunia mode“Mode adalah jejak waktu. Ia mungkin memudar, tapi kenangan yang melekat di dalamnya tak pernah benar-benar hilang." kata Baek Juhee.