Ilustrasi jendela kaca yang menggambarkan doktrin Trinitas dalam bahasa Latin dengan simbol lingkaran dan segitiga. Nancy Bauer/Shutterstock● Konsili Nicea I menegaskan hakikat Yesus Kristus dan Roh Kudus dengan Bapa. ● Filsafat dapat digunakan pintu masuk untuk mendalami trinitas.● Trinitas hendak menegaskan dua sifat ontologis bahwa Allah Maha Esa dan Maha Kasih.Dogma trinitas adalah doktrin utama agama Kristiani yang menyatakan bahwa Allah adalah satu Tuhan dalam tiga pribadi yang berbeda: Allah Bapa, Allah Putra (Yesus Kristus), dan Roh Kudus.Sejarah perumusan dogma trinitas mengalami tarik ulur antara aspek keesaan (kesatuan dalam tiga pribadi) dan aspek diferensiasi atau relasi. Salah satu pertanyaan yang kerap terlontar adalah: Bagaimana menjelaskan ketiga sosok di atas dengan tetap mempertahankan keesaan Tuhan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa menggunakan perspektif filsafat. Sebab, perumusan dogma Trinitas juga berasal dari peristilahan filsafat antik. Istilah-istilah tersebut antara lain ousia (hakikat), prosopon (wajah/topeng) dan hypostasis (pribadi).Peran Konsili Nicea I dalam perumusan trinitasTahun 2025 adalah peringatan 1.700 tahun Konsili Nicea I—salah satu etape penting dalam perumusan dogma trinitas.Diadakan pada tahun 325 M dengan pemrakarsa kaisar Konstantinus Agung, konsili tidak menciptakan ajaran trinitas, tetapi menegaskan dan merumuskan apa yang sudah diyakini sejak awal mula Gereja Katolik sebagaimana terungkap dalam teks Kitab Suci Perjanjian Baru.Pemicu Konsili ini adalah polemik status Yesus Kristus. Kelompok Arianisme yang dipelopori oleh Arius, seorang imam Kristen yang berasal dari dari Alexandria, Mesir, menolak status Ketuhanan Yesus Kristus. Motif teologis dari penolakan tersebut adalah menghindari paham politeisme (kepercayaan pada banyak Tuhan) dan mempertahankan paham monoteisme (kepercayaan pada satu Tuhan). Baca juga: 'Bapa Gereja' meninggal 1.500 tahun lalu, tetapi pengaruhnya pada agama Kristen masih kuat hingga kini Konsili Nicea I kemudian menegaskan status Keallahan Yesus Kristus dan Roh Kudus dan komitmen terhadap monoteisme menggunakan istilah ousia dan homoousios (dari substansi yang sama). Hasil keputusan Konsili tersebut dituangkan di dalam pernyataan yang menegaskan secara eksplisit kepercayaan kepada Satu Allah sekaligus menegaskan kesetaraan hakikat Yesus Kristus dan Roh Kudus dengan Bapa. Permasalahan seputar rumusan trinitasPerumusan keesaan dan kesetaraan hakikat dengan istilah homoousios hasil Konsili Nicea I tidak serta menuntaskan kesalahpahaman Trinitas. Salah satu contohnya adalah aliran modalisme yang juga mengakui keesaan Allah sekaligus mengakui keallahan Yesus Kristus. Pemandangan perspektif mosaik di apsis di Basilika Santo Paulus di Luar Tembok, sangat besar, dibuat oleh para master Venesia. Stefano Chiacchiarini '74/Shutterstock Pendukung modalisme memang mengakui Konsili Nicea. Akan tetapi, di sisi lain, aliran ini menganggap sosok Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus sebagai sebuah topeng atau peran Allah dalam berelasi dengan ciptaan-Nya. Pandangan semacam ini disebut teologi identifikasi. Teologi identifikasi memuat rumusan bahwa Bapa adalah Putra dan sebaliknya. Namun, modalisme tidak memberikan penegasan perbedaan identitas yang mendasar antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Baca juga: Kata teolog feminis, 'Bapa Kami' bukanlah satu-satunya cara untuk menyebut Tuhan Istilah prosopon—secara harafiah berarti topeng—juga digunakan untuk merujuk kepada ketiga sosok Trinitas. Istilah ini tidak tepat karena justru dapat mengafirmasi paham modalisme. Prosopon dapat mengaburkan perbedaan identitas antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus.Bagaimana meluruskannya?Filsafat dan teologi mengenal istilah hypostasis. Rumusan istilah hypostasis merujuk pada diferensiasi (pembedaan) identitas dari sosok Bapa, Putra dan Roh Kudus. Dalam konsep ini, Bapa bukanlah Yesus Kristus dan Bapa bukanlah Roh Kudus. Perumusan konsep hypostasis ini adalah kritik terhadap paham modalisme.Di dalam Synode Konstantinopel (382), ajaran Trinitas dirumuskan dengan istilah mia ousia tres hypostasis (satu hakekat tiga pribadi).Di dalam Sejarah Gereja, sinode Konstantinopel memang tidak sepopuler Konsili Nicea I (325) atau Konsili Konstantinopel (381). Namun, rumusan sinode Konstantinopel inilah yang kemudian menjadi rumusan resmi ajaran trinitas gereja Katolik.Hypostasis adalah penegasan [relasi di dalam keesaan Allah]. Trinitas menegaskan relasi yang bersifat prapenciptaan (praeexistentia) di dalam diri Allah. Inilah salah satu aspek konseptual di balik perumusan istilah hypostasis.Sebelum berelasi dengan ciptaan, sudah ada relasi di dalam diri Allah sendiri yang tidak terikat ruang dan waktu. Relasi adalah bagian hakiki dari sosok Allah. Trinitas bukan sekadar sebuah apendiks (catatan tambahan) atau pengaburan prinsip monoteisme. Lukisan Penobatan Bunda Maria oleh Tritunggal Mahakudus di Tempat Suci Fatima di Portugal. jorisvo/Shutterstock Di dalam trinitas, relasi merupakan hal yang esensial karena menjadi dasar dari keberadaan sesuatu. Inilah yang disebut dengan ontologi relasional. Ontologi adalah bidang kajian filsafat yang mengkaji hakikat mendasar seputar eksistensi (keberadaan) secara universal. Filsafat dapat digunakan pintu masuk untuk mendalami trinitas. Persoalan trinitas pertama-tama bukanlah terkait urusan matematis, tetapi teologis. Trinitas ingin menegaskan dua sifat ontologis dari Allah: Maha Esa dan Maha Kasih. Kasih terjadi di dalam sebuah relasi. Tiga hypostasis adalah penegasan relasi di dalam diri Allah.Bagaimana memahami “satu” dan “tiga” dalam trinitas memang tidak terungkap dengan tuntas. Dalam sudut pandang Kristiani, ini merupakan bagian dari misteri Allah.Akan tetapi, mengorbankan tiga hypostasis justru akan meninggalkan sebuah pertanyaan besar yang mendasar “Bagaimana memahami Allah sebagai Maha Kasih secara ontologis?”.Martinus Ariya Seta tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.