Pengunjung melihat kendaraan di pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024 di ICE-BSD City, Tangerang, Rabu (17/7). Foto: Aditia Noviansyah/kumparanIndustri otomotif Indonesia tengah menghadapi tantangan berat. Selain penurunan pasar, persaingan harga yang makin sengit juga dinilai bisa memberikan tekanan terhadap ekosistem produksi lokal.Konteksnya mengacu pada banderol mobil baru yang justru semakin rendah. Mayoritas dibawa oleh brand-brand asal China, termasuk model-model mobil listrik hingga city car listrik baru dengan harga setara mobil LCGC (Low Cost Green Car).Sekretaris Umum Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) Kukuh Kumara, menilai fenomena ini perlu dicermati agar tidak mengganggu pertumbuhan jangka panjang industri otomotif nasional.“Jadi walaupun sekarang perang harga, tapi nantinya akan ada batasan sampai akhir tahun ini ya kalau yang pakai CBU. Kan itu ada bank garansi, jadi kebijakan itu akan selesai dan kemudian dituntut untuk perakitan di sini (Indonesia),” ujar Kukuh saat ditemui kumparan di sela-sela pameran GIIAS di ICE BSD, Tangerang.Ia menjelaskan bahwa pemerintah memang memberikan ruang sementara bagi para Agen Pemegang Merek (APM) untuk mengimpor mobil secara utuh atau CBU. Namun, skema tersebut bukan tanpa syarat. Setiap unit yang masuk wajib diimbangi dengan produksi lokal dalam jumlah yang sama.“Jadi kalau dia masuk seribu, harus produksi seribu. Kalau enggak, misalnya cuma bikin 500, ya 500 sisanya itu uang jaminannya dicairkan untuk negara,” jelas Kukuh.Suasana booth Daihatsu pada pegelaran GIIAS (Gaikindo Indonesia International Auto Show) 2025 di ICE BSD, Tangerang, Kamis (24/7/2025). Foto: Aditia Noviansyah/kumparanProduksi lokal yang dimaksud pun bukan untuk kebutuhan ekspor, melainkan harus dijual kembali di dalam negeri. Kebijakan ini, menurut Kukuh, dimaksudkan agar produsen tetap berinvestasi di dalam negeri dan tidak hanya mengandalkan impor.Namun demikian, Kukuh bilang sistem perang harga yang kian agresif, terutama pada segmen kendaraan listrik. Untuk itu, kata dia, situasi ini harus dicermati secara mendalam.“Kita harus cermati lebih detail ya. Ini kan bicara umumnya electric vehicle. Sekarang kan arahnya itu yang jalan itu kan sebetulnya hybrid, PHEV,” kata Kukuh.Berdasarkan data Gaikindo, tren penjualan kendaraan elektrifikasi di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa segmen hybrid masih menjadi pilihan dominan. Kukuh menyebutkan, penjualan hybrid tahun ini relatif stabil di angka 4.500 unit per bulan. Sementara itu, plug-in hybrid (PHEV) mulai menunjukkan peningkatan signifikan.Suasana jelang pembukaan GIIAS 2025 di hall Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Rabu (23/7/2025). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan“Dari yang tadinya cuma dua digit, sekarang mulai tiga digit, empat digit, sudah ribuan unit,” ucapnya.Sebagai catatan, secara kumulatif, pada kuartal I 2025 penjualan BEV membukukan angka 16.535 unit. Sedangkan mobil hybrid terjual sebanyak 13.957 unit disusul PHEV sebanyak 50 unit.Meski pasar kendaraan listrik murni (BEV) masih terus bertumbuh, Gaikindo menilai arah perkembangan elektrifikasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari dinamika harga dan kesiapan produksi lokal. Kukuh menegaskan, keseimbangan antara kebijakan impor, insentif, dan komitmen produksi dalam negeri harus tetap dijaga agar industri otomotif nasional tidak tumbuh secara semu.