DPP PDIP melakukan prosesi tabur bunga untuk memperingati peristiwa Kudatuli, Minggu (27/7/2025). Foto: Haya Syahira/kumparanDPP PDI Perjuangan menggelar upacara tabur bunga untuk memperingati 29 tahun Peristiwa Kudatuli (Kerusuhan Dua Tujuh Juli) di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro nomor 58 Jakarta Pusat, Minggu (27/7).Rangkaian peringatan ini merupakan refleksi tahunan yang rutin dilakukan partai untuk mengenang salah satu titik balik perjuangan demokrasi di masa Orde Baru.Sejumlah kader senior, pengurus DPP, hingga anggota partai dari generasi muda hadir dalam kegiatan tersebut. Terpantau yang hadir diantaranya, Ribka Tjiptaning, Bonnie Triyana, Sadarestuwati, Wiryanti Sukamdani, Ronny Talapessy hingga Deddy Sitorus.Terhat Juga Wasekjen DPP PDIP Yoseph Aryo Adhi Darmo serta Wakil Bendahara Umum PDIP Yuke Yurike.DPP PDIP melakukan prosesi tabur bunga untuk memperingati peristiwa Kudatuli, Minggu (27/7/2025). Foto: Haya Syahira/kumparanMereka menabur bunga di lokasi bekas bentrokan yang kala itu menyebabkan sedikitnya lima orang tewas, ratusan luka-luka, dan menjadi simbol represi kekuasaan terhadap kekuatan politik oposisi.Ribka memimpin orasi peringatan peristiwa ini. Ia pun menyinggung vonis Sekjen PDIP Hasto Kristyanto dalam orasinya.“Per hari ini saya hadir di tempat ini dengan dinamika yang macem-macem, tapi hari ini kita masih berkumpul dengan segala keprihatinan kita, karena Sekjen kita masih mendapat ketidakadilan dari sisi hukum,” kata Ribka.Ribka mengajak seluruh kader PDIP di seluruh Indonesia untuk menjadikan peristiwa ini refleksi, bahwa perjuangan melawan kekuasaan tidak hanya terjadi saat Orde Baru dulu, namun juga saat ini.DPP PDIP melakukan prosesi tabur bunga untuk memperingati peristiwa Kudatuli, Minggu (27/7/2025). Foto: Haya Syahira/kumparan“Jadi perjuangan kita belum selesai, reformasi ini masih reformasi angan-angan aja. Tapi masih sama dengan Orde Baru, bahkan lebih parah,” katanya.Kudatuli merujuk pada penyerangan kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996, di tengah konflik internal antara kubu Megawati Soekarnoputri dan Soerjadi, yang kala itu didukung rezim Orde Baru.Penyerangan tersebut memicu kerusuhan di Jakarta dan menjadi salah satu pemantik perlawanan politik yang mengarah pada reformasi 1998.