Ilustrasi cedera olahraga (Freepik)JAKARTA - Di balik naiknya tren olahraga, keselamatan menjadi faktor penting yang kadang dikesampingkan. Padahal literasi mengenai pertolongan pertama adalah hal esensial bagi ekosistem pelaku olahraga. Keterlambatan ambulans atau kurangnya fasilitas medis juga sering kali menjadi penyebab utama kehilangan nyawa, melainkan ketidaktahuan orang-orang terdekat tentang bagaimana memberikan pertolongan pertama.Berangkat dari keprihatinan ini, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) mengambil langkah nyata melalui Klaster Riset Acute & Critical Care untuk membekali komunitas olahraga dengan pengetahuan dan keterampilan dasar dalam menghadapi situasi gawat darurat.Mengutip ANTARA, pada 20 Juli, FIK UI menggelar pelatihan bertema “Pemberdayaan Masyarakat Pegiat Sepak Bola dalam Pertolongan, Perawatan, dan Bantuan Hidup Dasar: Aman Bermain, Siaga Menolong” di Lapangan Kerasakti, Tangerang Selatan.Kegiatan ini menggandeng ABCC Football Community (ABCC FC), sebuah komunitas sepak bola yang anggotanya mayoritas pekerja kantoran yang rutin bermain bola sebagai kegiatan fisik mingguan.Sebanyak 39 peserta mengikuti pelatihan ini dengan antusiasme yang tinggi. Bagi mereka, ini bukan sekadar kegiatan belajar, tetapi sebuah pengalaman yang membuka kesadaran baru tentang pentingnya kesiapsiagaan saat berolahraga.Pelatihan yang diberikan mencakup berbagai aspek praktis, seperti penanganan cedera ringan, teknik mengatasi tersedak, hingga praktik resusitasi jantung paru (RJP).Semua materi dirancang untuk mudah dipahami, bahkan oleh orang tanpa latar belakang medis. Di sela-sela kegiatan, peserta juga mendapatkan layanan pemeriksaan kesehatan dan konseling gratis, yang menjadi tambahan penting untuk meningkatkan kesadaran diri terhadap kondisi kesehatan masing-masing.Ketua Klaster Riset Acute & Critical Care FIK UI Dr Masfuri, SKp, MN, menjelaskan urgensi kegiatan ini. Menurutnya, cedera otot dan tulang hingga kasus henti jantung mendadak adalah risiko nyata dalam olahraga, termasuk sepak bola.Dengan tindakan yang tepat dalam "momen emas" sekitar lima hingga sepuluh menit pertama, peluang untuk menyelamatkan nyawa bisa meningkat drastis. Hal ini menegaskan bahwa kesiapsiagaan bukan hanya tanggung jawab medis, tetapi bisa dimiliki siapa saja yang teredukasi.Di tengah rendahnya literasi pertolongan pertama di masyarakat, perguruan tinggi dengan kompetensi terkait hadir sebagai penghubung antara ilmu dan keberdayaan komunitas.Kehadiran mereka menegaskan bahwa siapa pun, di mana pun, bisa menjadi penolong. Tidak harus mengenakan seragam medis atau bertugas di rumah sakit. Cukup dengan pengetahuan dasar dan keberanian untuk bertindak.Komunitas olahraga, yang sering dianggap hanya sebagai ruang rekreasi, ternyata menyimpan potensi besar sebagai agen perubahan dalam membentuk masyarakat yang lebih peduli, sigap, dan sehat.