Penasihat Khusus Presiden untuk Perdagangan Internasional dan Kerjasama Multilateral Mari Elka Pangestu. Foto: Cindy Frishanti Octavia/ANTARAWakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu mengungkap Indonesia memerlukan investasi jumbo untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.Katanya, dibutuhkan investasi sebesar USD 200 miliar-USD 250 miliar atau sekitar Rp 3.271 triliun-Rp 4.089 triliun (kurs Rp 16.359 per dolar AS) dalam lima tahun ke depan agar ekonomi RI bisa tumbuh di kisaran 8 persen dengan tetap menjaga keberlanjutan lingkungan.“Jika ingin berkembang di 8 persen, kita telah mengetahui bahwa kita membutuhkan USD 200 hingga USD 250 miliar untuk investasi dalam lima tahun berikutnya,” ujar Mari di acara Indonesia Net-Zero Summit 2025 di Djakarta Theatre, Jakarta, Sabtu (26/7).Mari menjelaskan aliran investasi besar tersebut tak bisa berjalan tanpa arah. Alias, dana harus difokuskan pada strategi pertumbuhan hijau yang terintegrasi dengan sektor-sektor prioritas, reformasi kebijakan pendukung, dan perencanaan pembiayaan yang jelas.Sebagai contoh yang bisa menjadi acuan, Brasil telah lebih dulu memiliki rencana transformasi ekologi berskala nasional, melibatkan pemerintah, pelaku ekonomi, hingga masyarakat sebagai model yang bisa dipelajari Indonesia.“Bagi kita, itu mungkin transisi energi, penggunaan hutan dan tanah, dan saya akan mengatakan adaptasi. Kita jarang berbicara tentang adaptasi. Jadi, katakanlah ini adalah sektor prioritas,” ungkapnya.Pendanaan JETP Perlu Dikaji UlangDalam mendukung agenda energi hijau, Mari menilai skema Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia perlu dikaji ulang karena dinilai terlalu berfokus pada penghentian PLTU batu bara (coal exit) tanpa mempertimbangkan aspek transisi energi secara menyeluruh.Kemitraan JETP adalah inisiatif pendanaan transisi energi senilai lebih dari USD 20 miliar yang disepakati antara Indonesia dan negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG).“Just Energy Transition Partnership adalah contoh salah. Ada kelemahan dalam langkah tersebut. Dalam instansi pertama, ini menjadi proposal G7 tanpa benar-benar berpikir melalui semua tantangan,” ujar Mari di acara Indonesia Net-Zero Summit 2025 di Djakarta Theatre, Jakarta, Sabtu (26/7).Menurutnya, JETP sebagai program donor internasional seharusnya membantu Indonesia melakukan dekarbonisasi sistem energi, tetapi pendekatannya mesti dijalankan secara komprehensif.“Kita memiliki USD 20 miliar, lebih dari apa yang Afrika Selatan dapatkan, USD 8 miliar. Tapi sekarang JETP sedang mengalami masalah,” katanya.Dia menyoroti keluarnya dana dari Amerika Serikat (AS) yang cukup signifikan. Menurutnya, transisi energi tak bisa hanya soal menutup PLTU batu bara dan menggantinya dengan energi terbarukan.Lebih lanjut, Mari juga menilai komitmen pendanaan JETP masih jauh dari kata cukup untuk membiayai proses transisi energi yang adil dan menyeluruh. Sebab, kebutuhan riil bisa mencapai USD 100 miliar-USD 200 miliar, jauh melampaui angka yang telah dijanjikan.Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan platform energi nasional yang kredibel dengan rencana yang jelas, termasuk skema insentif seperti feed-in tariffs agar pengembangan energi terbarukan menjadi lebih menarik bagi investor.