Hasto Gugat Pasal 21 UU Tipikor ke MK

Wait 5 sec.

Terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto menyampaikan tanggapannya usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (25/7/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTOSekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mengajukan gugatan Pasal 21 UU Tipikor ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu diajukan pada Kamis (24/7) atau sehari jelang Hasto menjalani vonis terkait kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku.Adapun Pasal 21 UU Tipikor tersebut juga didakwakan oleh KPK terhadap Hasto dalam kasus tersebut. Berikut bunyinya:Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 dan paling banyak Rp 600.000.000,00."Betul, kita sudah daftarkan [permohonan uji materi Pasal 21 UU Tipikor ke MK]. Kami daftarkan itu hari Kamis malam, jadi sebelum putusan," ujar penasihat hukum Hasto, Maqdir Ismail, saat dikonfirmasi, Senin (28/7).Menurut Maqdir, gugatan itu didaftarkan karena norma dalam pasal tersebut terlalu mudah untuk ditafsirkan. Hal itu juga dialami kliennya saat didakwa merintangi penyidikan oleh KPK."Pertama, karena begini, kami melihat bahwa Pasal 21 ini, kan, gampang sekali ditafsirkan. Salah satu di antaranya adalah tafsir seperti yang dibuat oleh KPK, yaitu bahwa dalam proses penyelidikan, orang bisa kena pasal ini," ucap dia.Terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto (kedua kiri) berbicara usai sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTOMenurutnya, perbuatan menghalang-halangi yang dimaksud dalam Pasal 21 UU Tipikor seharusnya bersifat kumulatif. Artinya, lanjut dia, tidak hanya sekadar merintangi penyidikan, melainkan perbuatan yang dituduhkan juga harus membuat proses hukum hingga persidangan tidak berjalan."Yang kedua, kami melihat bahwa sebenarnya kalau melihat Pasal 21 itu, kalau kita baca secara baik, maka itu adalah perbuatannya itu kumulatif yang dilarang itu. Bukan hanya menghalangi penyidikan, tetapi harus sampai pada tidak terselenggaranya peradilan," imbuh dia.Maqdir juga memprotes ancaman hukuman bagi orang yang dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku pidana pokok. Misalnya, terkait dengan kasus suap."Kalau kita baca Undang-Undang Tipikor, Pasal 21 ini kan semacam pasal tambahan yang mengancam pihak ketiga melakukan perbuatan menghalang-halangi. Nah, tetapi ancaman hukuman jauh melebihi ancaman hukuman misalnya perbuatan orang yang melakukan tindak pidana suap-menyuap, atau Pasal 5 atau Pasal 13," terang Maqdir.Dalam Pasal 13 UU Tipikor, ancaman pidana penjara yakni paling lama 3 tahun dan denda paling banyak yakni Rp 150 juta. Kemudian, dalam Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor, ancaman pidana penjaranya paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, dengan denda paling banyak Rp 250 juta."Tapi, tiba-tiba kok pasal tambahan untuk mengancam orang kalau melakukan obstruction of justice, kok lebih tinggi ancaman hukumannya daripada orang yang melakukan perbuatan pokok terkait dengan korupsi itu," papar Maqdir.Adapun dalam kasusnya, Hasto telah divonis pidana 3,5 tahun penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Hasto terbukti bersalah dalam dakwaan menyuap Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan.Namun, untuk dakwaan merintangi penyidikan terkait perkara Harun Masiku, Majelis Hakim menyatakan tidak terbukti.Meskipun kliennya dinyatakan tidak terbukti dan bebas dari dakwaan Pasal 21 UU Tipikor, Maqdir berharap gugatan uji materi yang diajukannya dapat dipertimbangkan oleh MK."Enggak ada masalah, memang Pak Hasto dianggap tidak terbukti, tetapi kan pasal ini bisa digunakan terhadap orang lain. Nah, itulah yang kita harapkan, dipertimbangkan nanti oleh Mahkamah Konstitusi," tutur dia.Adapun berikut petitum gugatan uji materi tersebut:1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;2. Menyatakan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 1999 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun maupun para saksi dalam perkara korupsi melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak pantas dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000.00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah)”;3. Menyatakan frasa “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan” dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 1999 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa frasa tersebut memiliki arti kumulatif, dalam arti tindakan mencegah, merintangi atau menggagalkan harus dilakukan dalam semua tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan;4. Memerintahkan pemuatan putusan perkara ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. atau, Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).