Meta Bakar Uang Ratusan Triliun Demi AI Super Pintar, Tapi Untung Masih Seret!

Wait 5 sec.

Mark Zuckerberg, CEO Meta Platform Inc. (foto: x @ElonMuskNews47)JAKARTA - Meta, perusahaan teknologi milik Mark Zuckerberg, tengah menjalani tahun yang penuh ambisi dalam perlombaan kecerdasan buatan (AI) tingkat lanjut. Namun, meski menggelontorkan miliaran dolar untuk memikat talenta dan membangun infrastruktur superkomputer AI, para analis memperkirakan pertumbuhan keuntungan Meta justru akan melambat.Meta diperkirakan hanya mencatat pertumbuhan laba sebesar 11,5% pada kuartal kedua 2025, menjadi  15,01 miliar dolar AS (sekitar Rp246,1 triliun). Ini akan menjadi laju pertumbuhan laba paling lambat dalam dua tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya biaya operasional hampir 9%.Zuckerberg telah memulai “perang talenta” dengan perusahaan seperti OpenAI, bahkan merekrut CEO muda Scale AI, Alexandr Wang, dalam investasi senilai  14,3 miliar dolar AS. Di sisi lain, Meta juga melakukan PHK massal sebagai bagian dari penghematan. Ambisinya pada AI bahkan melampaui strategi sebelumnya di realitas virtual, yang sejak 2020 telah membakar lebih dari  60 miliar dolar AS.Meski demikian, model bahasa besar Meta, Llama 4, dinilai masih kurang mengesankan, mendorong perusahaan mendirikan Superintelligence Lab baru bulan lalu yang akan bekerja sejajar dengan Meta AI — unit riset AI utama perusahaan yang dipimpin oleh pakar deep learning, Yann LeCun.Zuckerberg telah berkomitmen untuk menjadikan teknologi superintelligence — konsep di mana AI melampaui kecerdasan manusia dalam segala hal — sebagai produk konsumen, bukan sekadar alat perusahaan. Perangkat seperti kacamata pintar Ray-Ban Meta disebut sebagai jalur masuk ke teknologi ini.Meta juga diperkirakan mencatat pertumbuhan pendapatan paling lambat dalam tujuh kuartal terakhir, hanya naik 14,7% menjadi  44,80 miliar dolar AS (sekitar Rp734,7  triliun). Meski begitu, saham Meta masih naik lebih dari 20% sepanjang tahun ini, menandakan bahwa investor tetap percaya pada visi jangka panjang Zuckerberg.Perusahaan menaikkan belanja modalnya pada April lalu dan bisa jadi akan meningkatkannya lagi. Alphabet, induk Google, baru-baru ini menaikkan proyeksi belanja modal tahunannya sebesar 13% menjadi  85 miliar dolar AS, dipicu oleh permintaan tinggi pada layanan cloud berbasis AI miliknya."Belanja modal yang meningkat adalah hal positif, karena Meta berpotensi menjadi pusat layanan bagi banyak departemen pemasaran," kata Ben Barringer, kepala riset teknologi di Quilter Cheviot, yang memiliki saham Meta.Persaingan Ketat dan Ancaman TikTokPersaingan juga makin ketat. China bergerak cepat lewat model AI seperti DeepSeek, Alibaba Qwen, dan Moonshot Kimi. Sementara itu, pasar iklan utama Meta menghadapi tekanan akibat tarif baru dari Presiden AS, Donald Trump, dan ketidakpastian larangan TikTok yang tampaknya akan gagal terwujud.Minda Smiley, analis senior di eMarketer, menyebut bahwa walau Meta berhasil meningkatkan performa platform iklannya lewat AI, usahanya untuk menyaingi OpenAI secara langsung masih menghadapi tantangan besar dan membutuhkan dana sangat besar.Dengan lebih dari 3 miliar pengguna media sosial, Meta memang punya basis kuat untuk menerapkan inovasi AI. Namun, analis dari MoffettNathanson menilai arah strategi Meta belum sepenuhnya solid. LeCun sendiri dikenal skeptis terhadap pendekatan model bahasa besar untuk mencapai superintelligence."Strategi AI Meta saat ini memang lebih terpadu dibanding 2023, tapi masih terasa bahwa perusahaan ini belum menemukan arah yang benar-benar pasti," tulis mereka.Dengan banyak pertanyaan menggantung tentang kapan superintelligence bisa benar-benar dicapai, Meta kini menghadapi tekanan besar untuk membuktikan bahwa ambisi mahal mereka bukan sekadar mimpi besar yang belum tentu menghasilkan keuntungan.